JUM’ATAN KEBANGSAAN

Jika Anda membaca bahwa hari ini masih ada golongan terpelajar yang menuduh jika gelombang besar ummat yang bergerak dan berkumpul ini ditunggangi, maka bertanyalah kepada Si Terpelajar itu:

“Jadi, menurutmu hanya engkau sendiri yang bisa menjadi individu otonom?! Menurutmu, hanya engkau yang bisa bergerak dan bertindak dengan akal budimu sendiri?! Jadi, engkau mengira kami semua ini dungu, buta, dan tuli, sehingga tak mungkin sanggup mencerna hal-hal dengan akal budi kami sendiri?!

Seandainya engkau memang otonom, Saudaraku yang intelek, lalu apa yang akan dan sudah membuatmu tergerak untuk bergerak?! Seandainya engkau mencemooh kegelisahan dan tuntutan keadilan kami, sudahkah engkau sendiri bergerak untuk menunaikan kegelisahan versimu itu?! Sudahkah engkau bergerak untuk korban penggusuran yang dilakukan Si Tiran, misalnya?! Sudahkah engkau bergerak untuk membela nilai-nilai yang sering kau suarakan dalam status-status yang kau tulis dari gadget mahalmu itu?!

Manakah gerakanmu?! Apakah yang sudah bisa kau gerakkan?! Adakah?!

Janganlah ketidaksanggupanmu untuk bergerak kau limpahkan pula pada kami yang kau anggap bodoh dan mudah ditunggangi ini!

Tidakkah lucu, engkau menuntut kami, yang kau anggap dungu ini, untuk memanggul kegelisahan yang sering kau suarakan; sementara engkau sendiri, yang intelek, yang telah berguru hingga ke benua lain, yang tiap hari mendaras kitab-kitab pencerahan, kenapa engkau tak sanggup untuk menangkap secuil saja kegelisahan kami hari ini?! Engkau memuduh kami tidak peka, tapi sebenarnya engkau sendiri yang tidak memiliki sensitivitas atas kegelisahan banyak orang!

Tidakkah memprihatinkan, jika engkau yang merasa diri menguasai ilmu pengetahuan, nyatanya tak sanggup menunggangkan pengetahuanmu itu kepada banyak orang?! Lucunya, ketidaksanggupanmu menunggangi orang banyak dengan pengetahuanmu, lalu kau tutupi dengan mencemooh banyak orang itu sendiri. Tega sekali kau!

Seandainyapun kami memang sedungu yang kau tuduhkan, segoblok yang kau sangkakan, sebebal yang kau percayai, tapi bukankah Allah Maha Memberi Petunjuk, yang sanggup memberi petunjuk melampaui batas kemustahilan kepada siapapun yang dikehendakiNya?!

Otak kami mungkin tumpul, tapi setidaknya kami selalu menjaga hati kami. Sebaliknya, otakmu mungkin tidak tumpul, tapi hatimu jelas sekali banyak mendengki dan bersyak wasangka, setidaknya pada kami yang sedang berkumpul merayakan ghirah ukhuwah hari ini.

Kami juga ingin mengingatkan kepadamu, mungkin saja kami yang bodoh ini memang sengaja sedang digerakkan untuk menegurmu, orang-orang yang merasa dirinya berpengetahuan, tapi yang selalu mendeklarasikan jarak terhadap orang-orang yang seharusnya kau dekati dan kau santuni dengan pengetahuanmu itu.

Jika engkau tak suka kami ditunggangi oleh kedunguan, seperti yang kau percayai itu, lalu kenapa tidak kau tunggangi kami dengan kebijakbestarianmu?! Tapi jika pengetahuanmu tak sanggup membawamu pada posisi untuk bisa menunggangi orang banyak, jika pribadimu belum bisa menggerakkan dan mempengaruhi banyak orang, janganlah kau marah-marah pada banyak orang itu. Itu adalah pertanda jika engkau sendiri sebenarnya masih harus banyak belajar, terutama mengenai kebijaksanaan.

Jangan kau sebut ini Jum’atan politik. Kami yang berkumpul hari ini di lapangan Monas bukan hanya sedang berukhuwah Islamiyah, tapi juga sedang berukhuwah Insaniyah dan berukhuwah Wathaniyah. Ini adalah sebuah Jum’atan Kebangsaan, Saudaraku.”

Selamat hari Jum’at. Jangan lupa, kita semua adalah anak bangsa Indonesia. Dan kita, dengan cara masing-masing, sedang berusaha menjaga ibu pertiwi.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow

Get every new post on this blog delivered to your Inbox.

Join other followers: