SEORANG Petani yang sehari-harinya bekerja mencangkul di sawah, membajak tanah, menebar benih suka sekali menatap ke langit, berharap suatu saat bisa berada di angkasa menatap hamparan bumi dari atas seperti pesawat terbang yang sering terbang di atas kepalanya. Dulu waktu kecil, ia pernah bermimpi untuk menjadi seorang Pilot.
***
Seorang Pilot yang sudah mengantongi ribuan jam terbang, setiap hari menembus dimensi ruang, mengunjungi banyak tempat dalam setiap perjalanan bergumam dalam hati, “Sungguh alangkah beruntungnya jika aku bisa bekerja di darat, menikmati pegunungan, hamparan pohon, rumah”. Jendela kokpit menjadi saksi bisu atas keinginan dalam hati kecilnya untuk bisa bekerja seperti Pak Tani yang setiap hari menyaksikan hamparan bumi.
***
Sebuah mobil mewah melintas di hadapannya, membuat Tukang Becak terbangun karena cipratan air hujan mengenai wajahnya. Bajunya basah. Ia tak berniat lagi melanjutkan tidurnya yang tertunda. Hatinya kesal bergumam kecil, “Betapa enaknya jika punya gaji besar, mempunyai mobil mewah, kemanapun bisa, hujan tak kebasahan, terik tak kepanasan”.
***
Seorang Konglomerat yang berpakaian rapi, bersepatu mengkilat, mengenakan jas termewah duduk gelisah di dalam mobil mewahnya. Bagaimana ia tidak iri pada seorang Tukang Becak yang bisa tertidur lelap di bangku becaknya tanpa beban sedikitpun, sedangkan ia sendiri setiap malam tak akan bisa tidur jika tanpa obat tidur.
***
Seorang Karyawan yang bekerja di sebuah Pembangkit Listrik, kehidupannya amat terbalik. Ia membuat siang menjadi malam dan sebaliknya. Bekerja tak kenal waktu, tak kenal lelah, libur tak tentu menjaga Unit agar tetap beroperasi normal. Kadang bekerja dari tengah malam hingga pagi dan sebaliknya. Seringkali dilanda keinginan untuk hidup seperti manusia pada umumnya, siang hari untuk bekerja dan malam hari untuk beristirahat. Sungguh, keinginan itu amat besar dalam dirinya.
***
Seseorang yang menyandang gelar sarjana, nilainya IPK-nya tinggi, pintar. Kini menjalani pekerjaan apa saja agar tak menganggur. Dalam hatinya ingin sekali mendapatkan pekerjaan tetap, bergaji tinggi agar bisa membuat kehidupan keluarganya lebih baik.
***
BARANGKALI benar ungkapan bahwa “Kebahagiaan itu seperti pelangi, selalu terlihat di atas kepala orang lain”. Padahal jika kita menyadari hakikat kebahagiaan yang sebenarnya, kebahagiaan itu ada dalam diri kita masing-masing. Tere-Liye pernah menulis, “Antara kebahagiaan dan rasa syukur itu hanya dipisahkan dengan benang basah. Sudah dekat sekali jaraknya”.
Bahkan jauh sebelum itu, Allah berfirman dalam kitab suci Al-qur’an:
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS: Arrahman: 13)
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka azab-Ku amat pedih”. (QS: Ibrahim: 7)
Catatan ini saya tulis sebagai pengingat diri agar senantiasa bersyukur terhadap apa yang berada dalam genggaman. Menikmati apa yang dimiliki dan terus berusaha untuk menggapai mimpi. Dan salah satu kebahagiaan yang ternilai harganya adalah keluarga. Memiliki kedua orangtua yang penyayang, kakak-kakak yang baik hati sudah membuat saya bahagia. Percayalah, bahagia itu sederhana.