: aunil fadlilah
barangkali
rindu telah menjelma piutang
yang musti lekas kaubayar
musti kaulunasi.
kaukunyah firman,
ayat-ayat perjalanan, ketika
takbir dari bibirmu gemetar,
mimpi-mimpimu tangis ismail
atau gelisah hajar
dan igau bergarau, memanggilmu
dengan dengih nafas yang selalu
: bergegaslah.
kau pamit pada suatu pagi
diantar orang-orang berharap berkah
dan sebagainya dan sebagainya.
yang kutahu: perjalanan membekas
bukan di awal mula.
nanti, bisikkan namaku
di antara ratus doa-doa berdengung
di arafah. lalu kenanglah mereka,
yang merayakan duka
setelah terusir dari surga.
kenang juga pembunuh
dan yang terbunuh
sebagai hulu sejarah
yang menjelma riwayat kuasa manusia.
titi shafa dan marwa
tanpa tergesa. biar mimpimu jangan lagi,
biar tak lagi basah bantalmu
pagi-pagi. lalu salamku sampaikan
buat muhammad, air mata
yang membasuh duka dunia.
sampaikan padanya: lacur,
orang-orang mengingatnya, seraya
menghancurkan warung makan
di terik puasa.
kemudian dalam kubus,
sembahyanglah menghadap mana saja
sebab tuhan tak bersemayam, dan diam
akan peristiwa ke peristiwa.
//17102011
**Saya suka sekali puisi ini, puisi yang ditulis oleh Aufannuha Ihsani. Mekkah adalah kota pertama yang ingin saya kunjungi dalam daftar impian perjalanan di masa depan.