SELALU ada alasan dibalik setiap keputusan yang kita ambil. Mulai dari keputusan mudah seperti: “mandi dulu atau sarapan dulu” hingga tersulit seperti “menikah dulu atau membangun rumah dulu”. Dalam hal pekerjaan sering kita jumpai banyak orang- orang melakukan pengunduran diri dan berpindah dengan pekerjaan lain. Banyak hal yang membuat orang berbuat demikian, bisa karena nilai gaji yang rendah, fasilitas yang kurang memadai, jauh dari rumah, ataupun karena lingkungan kerja yang buruk. Hingga hari ini, tercatat setidaknya selama kurun waktu tiga tahun ada delapan orang rekan kerja saya yang pindah ke tempat kerja lain.
Bagi saya yang menghabiskan hampir 2/3 waktu saya di tempat kerja, maka rekan kerja bukan sekadar rekan kerja melainkan juga teman/sahabat dalam tim yang selalu dijumpai setiap hari. Membina hubungan baik dengan rekan kerja adalah hal yang baik bagi kesehatan fisik juga jiwa. Orang-orang datang silih berganti, datang-pergi, begitu juga dengan rekan kerja. Setiap rekan kerja menuliskan kisahnya sendiri dalam hidup saya.
Sebagaimana yang pernah saya bahas tentang ‘Bagaimana Cara Mencintai Pekerjaan’ maka boleh jadi kedelapan rekan kerja saya mungkin tak menemukan kebahagiaan dalam pekerjaannya.
Guru Teknik Mesin saya dulu pernah bercerita pada kami (saat saya masih duduk di bangku SMK) bahwa ia memiliki seorang teman yang anaknya diterima bekerja di sebuah Perusahaan Minyak. Anak teman guru saya ini bekerja di tambang minyak lepas pantai dengan gaji puluhan juta rupiah. Sebuah angka yang cukup menakjubkan bagi seorang karyawan muda yang baru lulus kuliah dengan nilai terbaik. Coba bayangkan diri Anda, masih berusia dua puluhan tahun dengan gaji puluhan juta, apakah Anda bahagia? Begitu juga dengan Ayah si Anak, bangga sekaligus bahagia mendapat kabar bahwa anaknya diterima bekerja dengan gaji amat tinggi. Namun kabar buruknya, kebahagiaan yang dirasakan oleh orangtuanya tak sama dengan apa yang dirasakan oleh Si Anak. Si Anak memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan tersebut. Ketika Si Ayah menanyakan alasan mengapa Si Anak mengundurkan diri dari pekerjaan tersebut. Ia menjawab: “Aku tidak menemukan kebahagiaan pada pekerjaan tersebut”.
Si Anak akhirnya mendirikan sebuah Bengkel Motor yang dirintis bersama teman- temannya. Kegemarannya dalam mesin diwujudkannya dengan inovasi pelayanan terhadap motor- motor yang ada, modifikasi motor, penjualan suku cadang dan perbaikan alat. Bengkel itu berkembang, peralatan pun bertambah. Si Anak mengaku bahwa pekerjaannya di bengkel jauh lebih bahagia dibanding bekerja di tambang minyak lepas pantai dengan gaji puluhan juta.
Kebahagiaanlah yang (barangkali) membuat kedelapan rekan kerja memutuskan re-sign dan mencari pekerjaan baru. Pada akhirnya tidak semua orang mengerti atas apa yang kita pilih, tidak semua orang paham apa yang kita ambil. Namun, sepanjang hal itu kita yakini ada kebaikan didalamnya maka teruslah memperjuangkannya. Cepat atau lambat orang- orang akan paham dengan sendirinya.
Memang pekerjaan itu kadang membosankan karena aktivitasnya itu – itu saja tapi eh tapi ada hikmah dari setiap suatu kegiatan.
betul sekali Mas Rangga, ada hikmah dalam setiap hal, termasuk pekerjaan.