Dua Orang Pemahat

DULU pernah hidup dua pemahat hebat. Mereka terkenal hingga diundang Raja berlomba di Istananya. Mereka diberikan sebuah ruangan besar dengan tembok-tembok batu berseberangan. Persis di tengah ruangan dibentangkan tirai kain. Sempurna membatasi, memisahkan, sehingga pemahat yang satu tidak bisa melihat yang lain. Mereka diberi waktu satu minggu untuk membuat pahatan yang paling indah yang bisa mereka lakukan di tembok batu masing-masing.

Pemahat pertama, memutuskan menggunakan seluruh pahat, alat-alatdan berbagai peralatan lainnya yang bisa dipergunakan untuk membuat pahatan indah di tembik batunya. Dia juga menggunakan cat-cat warna, hiasan-hiasan, dan segalanya. Orang itu terus memahat berhari-hari, tidak mengenal lelah, hingga akhirnya menghasilkan pahatan yang luar biasa indah. Siapapun yang melihatnya sungguh takkan bisa membantah betapa indah pahatan itu.

Tirai kemudian dibuka, tercenganglah pemahat pertama. Meski di telah bekerja keras siang-malam,persis di hadapannya, pemahat kedua ternyata juga berhasil memahat dinding lebih indah darinya. Berkilau indah. Berdesir si pemahat pertama. Berseru kepada Raja, dia akan menambah elok pahatannya! Berikan dia waktu! Dia akan mengalahkan pemahat kedua. Maka tirai ditutup lagi. Tanpa henti, pemahat pertama mempercantik dinding bagiannya,berhari-hari. Hingga dia merasa saingannya tidak akan bisa yang lebih indah dibandingkan miliknya.

Tirai dibuka untuk kedua kalinya untuk kedua kalinya. Apa yang dilihat pemahat pertama? Sungguh dia terkesiap. Ternganga. Dinding di seberangnya lagi-lagi lebih elok memesona. Dia berdesir tidak puas. Berteriak meminta waktu tambahan lagi. Begitu saja seterusnya, hingga berkali-kali. Pemahat pertama terus meminta waktu tambahan dan dia selalu sajamerasa dinding batu miliknyakalah indah dibanding milik pemahat kedua.

Tahukah kau? Pemahat kedua sejatinya tidak melakukan apapun terhadap dinding batunya. Dia hanya menghaluskan dinding itu secemerlanh mungkin, membuat dinding itu berkilau bagai cermin. Hanya itu… sehingga tiap kali tirai dibuka, dia sempurna hanya memantulkan hasil pahatan pemahat pertama.

Itulah bedanya antara orang-orang yang keterlaluan mencintai dunia dengan orang-orang yang bijak menyikapi hidupnya. Orang-orang yang terus merasa hidupnya kurang maka dia tidak berbeda dengan pemahat pertama, tidak akan pernah merasa puas. Tapi orang-orang bijak, orang-orang yang berhasil menghaluskan hatinya bagai cermin, maka dia bisa merasakan kebahagiaan melebihi orang terkaya sekalipun.

*Cerita Sufi lama, dalam novel Rembulan Tenggelam Di Wajahmu, Tere Liye.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow

Get every new post on this blog delivered to your Inbox.

Join other followers: