SEPULUH hari sudah hidup saya tanpa smartphone. Ponsel pintar saya (katanya sih begitu) sedang dalam masa perbaikan, butuh waktu tiga minggu hingga satu bulan agar bisa dipakai lagi. Masalah yang menimpa ponsel saya adalah perangkat wi-fi yang tidak bisa terhubung dengan baik sejak saya upgrade dari android versi kit-kat menjadi lollipop. Fenomena wi-fi yang sering terhubung dan terputus berkali- kali ini membuat saya kesal, sebab selain menguras paket data, juga membuat saya menghabiskan pulsa lebih banyak dari biasanya untuk membeli paket internet. Akhirnya saya putuskan untuk mengembalikannya kepada Service Center agar diperbaiki. Selama masih garansi, saya tak perlu khawatir.
Sebetulnya saya masih punya satu ponsel lagi, tapi ponsel yang satu ini bukanlah smartphone, phone saja (tanpa smart), hanya bisa menelpon dan SMS, ada juga radio sih. Awalnya tidak terbiasa dengan ponsel jadul ini, sebab saya jarang menggunakannya. Saya mengetik tidak secepat saat menggunakan smartphone dengan layar sentuh, dengan ponsel jadul ini saya mengetik dengan keypad biasa. Kadang saat mengetik SMS orang disamping saya merasa terganggu dengan suara keypad-nya yang kerasa, hahaaa.. Lama- kelamaan terbiasa. Hari ini, malahan saya merasa hidup saya sedikit lebih tenang tanpa smartphone. Beban di kepala saya berkurang, setidaknya tanpa smartphone saya banyak menghabiskan waktu dengan kegiatan nyata lainnya seperti: fitness, membaca buku dan aktifitas diluar lainnya.
“Bagaimana rasanya tanpa smartphone?”
Biasa saja. Tidak begitu merasa kehilangan, sebab sejak Mei tahun lalu saya sudah tidak ada ketergantungan lagi terhadap media sosial (Facebook, Twitter, Instagram). Jadi, meskipun ada smartphone saya jarang mengakses media sosial. Akun media sosial tersebut sudah saya hapus. Hanya BBM- lah yang kini bertahan, sebab BBM membuat pengeluaran pulsa saya hemat, dengan paket data internet saya bisa chatting sepuasnya dengan teman atau keluarga. Mengingat sekarang tarif per-sms sudah naik. Memang sih, tanpa smartphone saya merasa mati gaya, awalnya. Apalagi saat orang- orang duduk di keramaian, di ruang tunggu, semua orang sibuk dengan smartphone mereka masing- masing, sementara saya hanya melongok kanan- kiri memerhatikan mereka. Apa daya handphone saya cuma bisa dipakai untuk SMS dan telpon. Namun saya tetap bersyukur, setidaknya saya masih punya handphone.
Lalu apa kabar smartphone saya hari ini? Entahlah, yang saya tahu smartphone-nya sudah masuk ke Service Center, apakah sudah dalam proses perbaikan atau masih menunggu giliran saya tidak tahu. Kita tunggu sajalah. Sementara menunggu perbaikan selesai, mari mengisi waktu dengan banyak hal.
Bagi saya smartphone bukanlah teman yang baik, meski ia kerap menjadi teman yang mengisi waktu luang, tetap saja smartphone adalah benda tak bernyawa. Kadang kita mesti mengabaikan smartphone dan lebih memerhatikan orang di depan kita saat ini. Saya lebih suka menghabiskan waktu bersama dengan orang yang saya cintai ketimbang bermain handphone.