Dua Payung

HUJAN waktu itu turun lebat sekali, hingga tak ada satupun jama’ah yang memberanikan diri untuk menerobos keluar. Mata mereka hanya menatap butiran air yang jatuh. Berharap hujan reda sebentar agar mereka bisa pulang. Sholat maghrib baru saja usai dilaksanakan dua puluh menit lalu. Ada enam lelaki tua dan seorang pemuda, serta tiga orang perempuan tua. Sejak beberapa tahun terakhir hanya wajah- wajah itu saja yang biasa menghiasi sholat berjama’ah di masjid kecil itu.

Di ujung jalan setapak yang basah diantara tampias air hujan, seorang lelaki berjalan mengenakan payung di tangan kanannya, ada satu payung lagi yang ia pegang di tangan kirinya. Ia berjalan pelan sambil menyingkapkan celananya seukuran betis agar tak basah. Langkah kakinya pelan mendekati pintu masjid. Ia menyerahkan payung terkembang itu kepada seorang pemuda jama’ah di dalam masjid itu kemudian ia membuka payung yang satunya lagi. Mereka pulang bersama mengenakan payung berbeda.

***

Itu adalah pertama kalinya kakak saya menjemput adiknya yang terkurung oleh hujan di masjid selepas sholat maghrib. Hujan rintik- rintik saat adzan membuat saya enggan membawa payung dan membiarkan rintik- rintik itu menerpa wajah. Tak hanya sekali, kakak saya pernah beberapa kali melakukan hal yang sama demi adiknya. Ini adalah momen yang teramat spesial. Ia rela menjemput dan membawakan payung tanpa sedikitpun kuminta.

Begitulah, sikap sayang seorang kakak terhadap adiknya tak mesti harus diucapkan dengan kata- kata, kasih sayang justru menggema ketika ia diletakkan dalam perbuatan.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow

Get every new post on this blog delivered to your Inbox.

Join other followers: