MASIH ingat kapan terakhir kali kita mengunjungi rumah tetangga kita? Kapan terakhir kali kita berjalan kaki di depan rumah, melemparkan tegur-sapa kepada orang yang melintas? Atau masih ingat kapan terakhir kali kita melakukan perjalanan, entah itu jalan-jalan, liburan atau sekedar mengunjungi desa sebelah? Rasa-rasanya kita terlalu sibuk untuk melakukan hal yang saya sebutkan diatas, terutama diri saya.
Di perumahan elit kota besar mungkin kalian akan terperanjat jika mengetahui si A bahkan tak mengetahui siapa nama tetangga sebelah rumahnya. Atau mungkin bahkan tak tahu siapa nama Pak RT/Lurah setempat. Keterlaluan memang, tapi itulah kenyataannya. Kita terlalu sibuk pada dunia milik kita sendiri, sehingga melupakan kehidupan kita yang sebenarnya.
Kemajuan teknologi dan transportasi tak selalu membawa efek baik bagi kita, terkadang malah menjadikan kita semakin egois dan mementingkan keperluan pribadi.
Tanpa kita sadari, setiap kita masing-masing berjalan saling menjauhi. Contohnya: di dunia maya, kehadiran media sosial seperti facebook, twitter seperti menjadi magnet yang setiap saat hendak menarik kita meng-update status setiap saat, entah itu hanya sekadar membaca twit-twit yang kita follow atau sekadar memeriksa apakah ada pemberitahuan terbaru. Bahkan saat ada acara makan bersama misalnya, masih saja sering kita menemukan orang-orang yang masih sibuk dengan gadget/handphone masing-masing. Sepele memang tapi hal tersebut selayaknya tak terjadi. Bagaimana mungkin bila seseorang sedang bertanya atau mengajak kau bicara yang bahkan kau sendiri masih asyik dengan media sosial di handphone, menatap mata lawan bicara pun tidak. Pun ketika saat makan, kerap saya menemukan mereka dengan tangan kanan memegang sendok sedangkan tangan kiri memegang handphone sementara matanya menatap penuh pada layar handphone. Saya bingung, apa yang sedang ia lakukan, makan atau bermain handphone? Itulah kenapa sering sekali saya berpikiran bahwa media sosial terkadang bisa saja menjadikan seseorang antisosial, disadari atau tidak kita semua sedang melakukannya.
Saya bukan melarang untuk aktif di dunia maya, saya hanya menyarankan untuk ‘tidak terlalu’ aktif di media sosial. Mau sebahagia apapun twit kita di RT oleh Sang Idola, mau sebanyak apapun komentar/like yang kita dapat, tetap tidak dapat mengubah keadaan kita sekarang. Meski kau adalah Raja yang kata-katanya diulang tanpa henti, dipuja-puja tapi kau tetaplah orang biasa yang sedang memegang kotak elektronik. Lalu dimana istimewanya? Di dunia nyata kau bahkan lupa melakukan hal-hal yang penting seperti: mengerjakan tugas sekolah, mengepel, menyapu, memasak, mencuci piring. Saya pikir, masih ada banyak hal yang patut kita segera kerjakan dibandingkan asyik dengan dunia maya.
Setelah membaca tulisan sederhana saya ini, segera matikan laptop, tutup akun media sosial. Lalu keluarlah dari zona nyaman, pasanglah sepatu di kakimu, berjalanlah melihat awan, memandang langit, melangkahlah di jalan-jalan yang belum terjamah kaki, berbaurlah pada kehidupan masyarakat, dengan begitu lebih baik dibanding menghabiskan banyak waktu duduk di depan kotak elektronik. Atau pada sebuah skala kecil, kita bisa melakukan hal produktif lainnya, seperti: mempelajari hal baru, mencuci motor kesayangan, membereskan kamar, membantu Ibu memasak di dapur, menimba air atau sekedar berkunjung ke rumah tetangga. Sebab, dunia kita yang sebenarnya ada di sepasang mata kita, tangan-tangan kita, dan kaki-kaki kita.