Lelaki dan Airmata

SEBELUM memulai membaca catatan ini, saya juga pernah menulis perihal tentang Lelaki dan Perjalanannya (sebuah artikel yang cukup menarik untuk dibaca).

MENANGIS katanya adalah sebuah hal memalukan. Apalagi jika kita mengetahui bahwa seseorang yang menangis itu adalah lelaki, yang justru harus selalu kuat dan gagah. Tentu saja, semua lelaki sangat tak ingin bila mendpat sebutan ‘cengeng’. Namun saya percaya bahwa semua lelaki di bumi pernah menangis. Entah itu yang terlihat maupun yang nampak ataupun disembunyikan dibalik tawa atau senyum. Setidaknya semua lelaki pernah menangis saat pertama kali dilahirkan (entahlah jika ada seorang anak bayi lelaki tertawa saat dilahirkan).

Sebagai lelaki normal saya juga pernah menangis. Tangisan saya yang paling lama terjadi saat saya masih duduk di bangku kelas 2 SMK, tepat saat saya berusia 17 tahun. Waktu itu saya benar- benar tak ada niat untuk menangis. Namun apa daya airmata saya selalu keluar, keadaan saya saat itu serba salah. Mata bertambah perih saat dipejamkan, begitu juga saat dibuka. Airmata mengucur deras, mata saya juga merah. Hal itu diakibatkan oleh radiasi sinar mesin las. Sehari sebelumnya memang diadakan pelajaran Praktik Kerja Las di Sekolah untuk pertama kalinya. Nah, karena saya belum sadar akan akibat mengoperasikan alat las tanpa alat perlindungan diri (APD) yang lengkap. Maka asap hasil pembakaran tersebut mengenai mata saya. Dan hasilnya, saya menangis semalaman. Saya benar- benar dilanda rasa kesal dan marah pada diri sendiri. Ditambah lagi saya tak bisa tidur hingga subuh tiba.

Sebagaimana yang kita ketahui bahwa menangis adalah respon fisik dari gejolak emosi seseorang, bisa karena sedih ataupun bahagia. Manusia bisa mengeluarkan airmatanya pada saat mengalami kehilangan seseorang yang dicintainya, meninggal dunia misalnya. Atau bisa juga menangis ketika seorang ayah menyaksikan anak semata wayangnya berhasil menamatkan kuliahnya dengan nilai baik. Disini, bahagia atau sedih bukanlah ukuran tetap seseorang bisa mengeluarkan airmatanya. Bisa jadi, seseorang menangis saat mengiris bawang merah atau terkena radiasi saat mengelas seperti saya dulu.

Bahkan Rasulullah SAW pun pernah menangis. Kita ambil salah satu contoh saat putranya, Ibrahim meninggal dunia. Beliau menangis disebabkan rasa kasih dan sayangnya. Di samping itu Nabi Ya’kub AS juga pernah menangis, ketika beliau diberi tahu oleh anak- anaknya bahwa Nabi Yusuf AS dimakan serigala. Padahal terbunuhnya Nabi Yusuf AS adalah kebohongan yang dibuat saudara- saudaranya yang iri terhadap Nabi Ya’kub AS yang memberikan perlakuan istimewa kepada Nabi Yusuf AS. Karena begitu dalamnya kesedihan Nabi Ya’kub AS terhadap kehilangan Nabis Yusuf AS, beliau menangis hingga kedua matanya tak bisa melihat lagi. Disini kita barulah paham, bahwa menangis bukanlah sikap cengeng atau memalukan, melainkan cerminan kelembutan hati seseorang yang mudah menerima kebaikan dan teguh imannya.

Menangis adalah fitrah manusia, adalah wajar jika seseorang menangis, setidaknya membuktikan kita adalah manusia. Satu hal penting yang harus kita sadari saat menangis adalah ‘apa yang kita tangisi’ tersebut. Kita sendirilah yang tahu dan pantas menilai apakah seseorang/sesuatu tersebut layak kita tangisi atau tidak.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow

Get every new post on this blog delivered to your Inbox.

Join other followers: