IA memelihara kumis. Saat aku masih kecil, kumis inilah yang menjadi alasan untuk menolak dicium setiap kali ia pulang kerja. Rasa geli dan berbagai rasa yang sulit untuk diungkapkan ketika dicium olehnya. Kemudian ia memutuskan untuk mencukur habis kumisnya, namun hingga kini, saat anaknya telah tumbuh besar-anak lelakinya tetap menolak untuk dicium olehnya.
Ia pernah merokok hingga akhirnya jatuh sakit. Lalu ia membenci asap, sama seperti bencinya ia kepada ketidakjujuran yang ada di negeri ini.
Hobinya membaca kitab dan menghafalnya, ia juga pandai menjahit. Semasa muda ia adalah penjahit yang hebat. Ia suka membuat perabot, seperti kursi duduk dan papan nama dari kayu bekas yang ia buat dengan tangannya sendiri.
Ia adalah orang yang hebat, semua orang yang pernah datang kepadanya, patuh terhadap perintahnya. Mulai dari anak sekolah, pedagang kain, petani, pejabat pemerintahan, hingga aparat keamanan semuanya tunduk terhadap apa yang ia perintahkan. Bahkan merekapun tak marah sedikitpun ketika ia memegang kepala mereka. Ia adalah Tukang Cukur Rambut yang baik hati.
Ia tak suka anak lelakinya memelihara rambut panjang, “Anak Tukang Cukur rambutnya harus rapi”. begitu ucapnya.
Ia mendidik anak- anaknya dengan tegas. Tak pernah memanjakan anak- anaknya. Sepeda motor tua yang sering batuk, yang businya minta dibersihkan dua kali sehari adalah buktinya. Meski pada akhirnya dijual juga. Begitulah ia, aku mencintainya dengan seluruh kesedihan dan kebahagiaan yang kupunya.