DI bawah langit yang hujan seperti ini aku tak ingin dihibur oleh apapun. Rinai hujan, piuh angin, derit jangkrik dan takbir yang menggema dari suara pengeras Masjid mampu mengalahkan komposisi musik paling indah sekalipun. Sungguh bukanlah mudah untuk bisa pulang ke rumah dengan kondisi seperti sekarang ini, saat dimana waktu menjadi terasa begitu sempit, berkejar- kejaran dengan sejumlah jadwal rutinitas kerja yang tak habis- habisnya. Tempat ini menyadarkan aku dari kesibukan dunia dan tidur yang panjang. Aku yang dulu redup, ingin kembali menyala dengan nyala yang paling terang.
Aku tersadar, waktu begitu cepat melesat, seperti butir peluru yang ditembakkan. Sekejap itu pula kehidupan pada diri ini berubah. Aku yang dulu tak mengenal malam, kini menjadi teman setianya. Menjadi orang- orang yang bekerja di saat semua orang terlelap. Namun aku yakin, Allah telah memberikan hikmah pada setiap hal yang kutemui untuk kubaca. Ketika Jibril turun ke bumi dan mewahyukan kepada Rasul, ‘Iqra!’, “Bacalah”. Maka sejak itu pula tugas manusia adalah membaca. Membaca tanda dan kekuasaan Allah pada setiap penciptaannya, baik yang di langit maupun di bumi. Sungguh, betapa kecil sekali pemikiranku waktu itu. Menganggap bahwa menjaga Unit mengalirkan listrik itu tidak mudah. Ternyata menjaga iman dalam hati sungguh jauh lebih sulit lagi.
Aku ingin belajar melafadzkan nama-Mu. Ingin mencari hal- hal yang belum kumengerti. Membaca seperti Rasul, mencari seperti Ibrahim, bertanya seperti Musa, menganalisis seperti Khawarizmi, mengembara seperti Ibnu Batuta dan meyakini seperti Al-Fatih. Lalu, sebagai manusia biasa apakah aku sanggup seperti mereka?
Namun sebagai manusia apalah yang bisa lakukan selain percaya? Lantas meyakini sepenuh hati dan menggunakan daya pikir untuk mulai mengimani. Seperti mengimani bahwa setiap yang bernyawa akan mati. Tak ada kata terlambat untuk berbenah diri. Lalu, apakah aku sudah benar- benar mengenal Allah? Ataukah hanya sebatas pura- pura kenal? Pertanyaan itu kadang lebih sering muncul ketika aku mulai mengakui keimanan dalam diri. Aku mungkin belum benar- benar bertafakur. Sungguh aku belum benar- benar mengerti.
Dalam hidup, kadang aku merasa kesepian. Dan mencari- cari setitik cahaya terang. Padahal Allah berbicara kepada kita melalui banyak hal, bumi telah berzikir, langit telah mengukir kerajaan Tuhannya dengan gagah. Kau adalah yang selalu memperhatikanku. Adakah aku benar telah membalas perhatianMu?
Malam makin dingin sementara subuh masih jauh dan dibawah jutaan tetes air hujan yang jatuh kubiarkan tetesan- tetesan itu membasuh tiap helai rambutku. Menunggu hari esok dan memastikan apakah kita masih beriman atau sudah melupakan.