PERTARUNGAN pertama yang saya hadapi di pagi hari adalah ketika hendak bangun tidur untuk sholat subuh. Tiba- tiba dari dalam diri saya terdengar suara, “banguuuun!”, “tidaaaak”, “banguuun!”, “tidaaaaaak”..”sebentar lagi saya bangun”, “sekarang banguuun!”, “tidaaaak!” dan begitulah.
Kadang saya menang atas pertarungan sengit itu, namun tak jarang saya kalah dan akhirnya sholat subuh saat matahari sudah tinggi. Malu rasanya, bahkan ayam jantan pun tak pernah kesiangan untuk menjemput rizki yang Allah SWT berikan pada makhluk-Nya.
Rasa malas memang menggiurkan sekali untuk diikuti, dijanjikannya kita kesenangan untuk menunda, dibuatnya kita terlena. Dan pada akhirnya hanya penyesalan yang kita dapat.
Pernah dengan sengaja saya menuruti rasa malas itu. Saya biarkan kamar berantakan, pakaian diletakkan dimana saja, begitu juga dengan tempat tidur tak lagi dirapikan, piring- piring digeletakkan sembarangan, sepatu, kaus kaki tak dicuci. Kotor dan bau, atmosfer kamar tiba- tiba berubah seratus delapan puluh derajat. Sungguh, waktu itu saya sedang menuruti rasa malas. Penasaran sekali rasanya ingin tahu sampai sejauh mana rasa malas itu menggerogoti hidup saya. Hingga akhirnya, tibalah rasa muak dengan semua kemalasan tersebut. Dan dengan tertatih saya berjuang menaklukkan kemalasan tersebut sedikit demi sedikit. Hingga kemudian, saya bangkit kembali dan melahirkan energi positif yang membuat hidup saya lebih bermakna.
Malas adalah penyakit. Kita mesti paham tentang itu, hanya akan membawa kerugian, entah itu waktu, tenaga dan pikiran. Bukan malas yang salah, namun kitalah yang memelihara rasa malas tersebut. Membiarkannya menggerogoti sendi kehidupan kita sehingga jauh dari produktifitas.
Ayo! Jauhi rasa malas, sekecil apapun itu. Tanamkan pemahaman dalam diri, bahwa malas hanya akan melahirkan kemalasan yang lebih besar. Dan kemalasan tak semestinya menjadi sikap kita. Mari menjadi produktif!