KITA tidak lagi mampu menghindari ‘gosip’ baik yang negatif maupun positif. Sengaja saya mengatakan ‘positif’ dan ‘negatif’ demi mengajak siapa pun yang membaca tulisan ini untuk melihat kembali arti kata ‘gosip’ di kamus. Segala jenis media yang tersebar di sekitar kita berisi gosip. Berita, cerita, dan gosip sudah tidak memiliki dinding-dinding yang nyata.
Atau, barangkali, kita memang tidak perlu menghindari gosip. Jika betul begitu, baiklah, kali ini, mari kita bergosip tentang gosip.
Sejumlah ilmuwan berpendapat bahwa gosip adalah alat penting untuk melakukan kohesi sosial dan transmisi informasi. Gosip memungkinkan setiap orang bisa berfungsi lebih efektif dalam masyarakat yang lebih besar. Selain itu, gosip merupakan alat yang cukup efektif untuk melakukan proses belajar afektif, karena dapat memberi kita semacam petunjuk siapa yang harus jadi sekutu’atau siapa yang harus kita hindari tanpa perlu melakukan kontak langsung dengan mereka.
Tapi, bisakah gosip memengaruhi pikiran kita pada tingkat yang lebih jauh? Sebuah laporan penelitian yang baru-baru ini dipublikasikan di jurnal Science berjudul The Visual Impact of Gossip mengatakan bisa. Gosip, ternyata, dapat memberi pengaruh yang fundamental terhadap cara kita memandang dunia.
Dalam studi tersebut, sejumlah peneliti menggunakan paradigma yang biasa digunakan untuk mempelajari pemrosesan visual, sesuatu yang disebut dengan persaingan teropong. Para peneliti melakukan percobaan persaingan teropong menggunakan dua gambar yang berbeda yang disajikan untuk setiap mata. Misalnya, gambar kucing dan pohon. Kedua gambar tersebut kemudian bersaing untuk memperoleh dominasi. Akhirnya, kita sadar melihat, misalnya, hanya gambar kucing, sedangkan gambar pohon hilang di bawah tekanan gambar kucing.
Sering kali, hal ini terjadi karena karakteristik fisik sederhana dari salah satu gambar. Misalnya, gambar kucing tersebut memiliki pencahayaan yang bagus, atau kontras yang lebih mencolok. Atau, bisa jadi, karena muatannya. Kucing dalam gambar tersebut, misalnya, sedang menggigit tikus. Gambar yang bermuatan lebih emosional sering kali mendominasi gambar yang ‘tidak memuat emosi’.
Penelitian tersebut melakukan proses persaingan teropong menggunakan gambar-gambar wajah. Wajah-wajah yang akan menjadi bahan percobaan sebelumnya dikaitkan dengan gosip-gosip tertentu’baik positif, negatif, maupun netral. Apa yang terjadi? Wajah yang telah dipasangkan dengan gosip negatif mendominasi wajah yang lainnya.
Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa mendengar atau membaca sesuatu yang negatif tentang seseorang benar-benar dapat memengaruhi pemrosesan visual dasar kita. Gosip negatif bisa menyebabkan kita memilih untuk fokus pada orang itu lebih dari orang lain. Barangkali, ada di antara pembaca yang mulai berpikir kenapa begitu banyak figur publik yang tampak amat senang kehidupannya dipenuhi gosip negatif.
Gosip, terutama dari jenis yang jahat, tidak hanya memengaruhi persepsi kita dalam arti yang lebih abstrak. Siapa yang kita sukai? Siapa yang kita tidak suka? Tetapi, juga dalam arti yang sangat harfiah, secara fisik mengubah cara kita melihat dunia.
Apakah ini hal yang baik? Beberapa orang mungkin berpendapat demikian. Gosip jahat bisa membantu melindungi kita dari orang-orang yang melakukan hal-hal buruk. Kita fokus kepada mereka lebih lama, belajar lebih banyak tentang mereka dan perilaku mereka, dan dengan demikian, lebih mampu menghadapi konsekuensi dan mengidentifikasi peristiwa-peristiwa buruk yang sama, seperti berbohong atau mencuri atau korupsi, pada masa depan.
Hasil penelitian yang saya gosipkan di tulisan ini, setidaknya, telah memberi kita gambaran bahwa gosip yang jahat punya kekuatan besar untuk memengaruhi atau bahkan mendominasi pikiran kita, atau cara kita memandang dunia.
Kita mungkin dapat memperbaiki hal-hal buruk yang telah kita lakukan, tetapi kejadian negatif akan menghantui pikiran kita jauh lebih lama. Dan, bukan hanya itu, kejadian buruk juga mampu memengerahui pikiran orang lain jauh lebih kuat.
Omong-omong, tahu tidak ketika kita fokus pada seseorang karena beberapa gosip negatif, kita sering kali tidak sadar ingin tahu lebih banyak mengenai orang tersebut. Itulah kekuatan dari pemrosesan visual. Kita tanpa sadar membuka link demi link berita di Intenet terkait gosip negatif orang tersebut. Atau duduk berjam-jam di depan telivisi dan menikmati gosip tersebut dan menunggu kelanjutan ceritanya.
Lain kali, saya sarankan, agar Anda menyadarinya. Sebab, hasil penilitian lain menunjukkan bahwa semakin banyak Anda mengetahui sisi jahat orang lain, semakin buta Anda pada sisi jahat Anda sendiri.
*Tulisan ini ditulis oleh M. Aan Mansyur (hurufkecil) di sini.
gosip emang gak pernah akan ada habisnya…. menggosipkan gosip? ketika gosip menjadi bahan gosip… ^^