Menikmati Masa Lajang

Saya sedang tidak sungguh- sungguh menulis catatan ini, jadi jangan terlalu diambil serius. Anggap saja sedang membaca catatan anak kecil yang sedang belajar menulis. Lagu lawas dari Chrisye yang berjudul Panah Asmara memenuhi ruang kamar saya malam ini. Pada malam yang bernama ‘malam minggu‘ ini atau bagi sebagian orang lebih senang menyebutnya ‘sabtu malam‘ saya ingin menulis sebuah catatan kecil saja.

Saya masih bingung dengan judul yang saya tulis diatas, bahkan saya tidak tahu pasti apakah saya benar- benar menikmati hal itu. Maka, sebelum kalian menyesal karena telah menghabiskan waktu untuk membaca catatan ini ada baiknya jika kalian berhenti disini saja. Saya tidak bertanggung jawab apabila kalian menyesal setelah membacanya.

Baiklah, mari kita lanjutkan membaca tulisan ini dengan santai, menyeduh coklat hangat atau segelas kopi adalah ide yang baik.

Tadi sore saya dan Arie memutuskan untuk berangkat ke Kota Prabumulih. Melewati 20 km jalan tanah yang sulit dilalui, hampir saja motor saya terjungkal saat melewati jalan berlumpur, semua itu dilakukan hanya untuk menikmati satu porsi pempek favorit kami. Setelah itu kami melanjutkan kuliner singkat itu dengan makan sate yang jual di dekat sana. Jalanan kota tampak ramai oleh kendaraan, ada juga truk yang mengangkut banyak muatan membuat jalan macet, lampu- lampu jalan menyala, berbaris rapi di tengah kota. Suasana kota tidak jauh berbeda dengan malam lainnya meski malam ini adalah ‘malam minggu’. Pukul delapan kami sudah kembali lagi ke asrama, perut sudah kenyang oleh makanan, saya pikir sesekali memanjakan lambung tak apalah.

Udara malam yang dingin sehabis hujan membuat saya memutuskan untuk mandi air hangat. Saya tidak ingin demam lagi seperti waktu itu. Setelah itu, saya bingung hendak melakukan apa, sebab dari tadi siang semua pekerjaan yang terbengkalai selama seminggu itu sudah selesai dikerjakan, selimut, bantal, bed cover sudah saya cuci, disetrika, wangi. Seragam kerja siap dipakai, helm, sepatu sudah dicuci. Kamar sudah disapu, dipel, begitu juga kamar mandi, sudah disikat hingga bersih. Pakaian sudah dilipat rapi, tersusun dalam lemari kayu. Tugas kuliah sudah dikerjakan dan dikumpul ke Dosen. Hingga saat kalian membaca tulisan ini, saya masih bingung dengan judul yang saya tulis diatas.

Disaat semua hal itu sudah dikerjakan lebih awal, saya makin bingung hendak berbuat apalagi untuk mengisi kekosongan. Tiba- tiba saya ingat dengan novel yang belum selesai saya baca, namun niat untuk membaca diurungkan saja. Tanpa sengaja, mata melirik telepon genggam. Aku mengirimkan sebuah pesan singkat kepada seorang gadis disana, menanyakan kabar. “Kabar baik” jawabnya singkat pada pesan balasan. Karena masih belum menemukan kesibukan untuk membunuh waktu sementara mata saya masih belum bisa mengantuk, saya mengambil telepon genggam lagi. Menekan nomor telepon gadis yang kukirim pesan singkat tadi, dua kali panggilan tidak mendapat jawaban sama sekali. Ah, gelisah itu datang lagi. Hanya karena panggilan tidak terjawab itu saya memutar sebuah lagu Nidji, Rahasia Hati.

Andai matamu melihat aku//
Terungkap semua isi hatiku//
Alam sadarku alam mimpiku//
Semua milikmu andai kau tahu//
Andai kau tahu rahasia cintaku..

Dan, lagu itu memiliki feel tersendiri bagi saya yang sedang gelisah karena tidak tahu mengapa tidak ada jawaban dari dirinya. Lalu saya putuskan untuk menulis saja.

Apakah kalian menyesal membaca tulisan ini? Jika tidak, maka teruskan saja.

Entahlah, kadang saya merasa hidup di usia belasan tahun waktu itu terasa lebih mudah dijalani dibandingkan sekarang. Menjalani hidup di usia 20-an tahun itu rasanya amat rumit. Apakah kalian merasakan yang sama? Ibarat membangun sebuah rumah, maka usia 20-an itu seperti membangun pondasi. Saya harus berusaha semaksimal mungkin untuk membangun pondasi kokoh dari bahan- bahan kualitas terbaik, merancang desain rumah itu sendiri hingga akhirnya menjadi sebuah rumah yang baik dan layak dihuni. Sama halnya seperti yang saya alami saat ini, saya harus punya tujuan hidup, mencari jati diri agar kuat bertahan, belajar banyak hal, menentukan masa depan, bisnis sampingan, karir, jodoh, tempat tinggal, pernikahan dan sebagainya. Apakah kalian pernah memikirkan hal itu?

Selaku anak muda yang merdeka, saya juga pernah merasakan gelisah atau ‘galau’, gundah gulana dan segala macam hal yang berkaitan dengan perasaan, seperti: kangen, jatuh cinta dan patah itu. Saya sebal sekali apabila sedang berurusan dengan perasaan ini. Tapi setidaknya, semua hal itu mengingatkan bahwa saya punya hati, dan hidup!

Saya ingin selalu menyibukkan diri agar kesepian tak melulu menghampiri. Maka, jika sedang libur bekerja, saya suka berjalan- jalan sendirian, entah itu ke Pasar, ke Sungai atau sekadar berjalan- jalan di jalan depan rumah sembari bermain dengan anak kecil tetangga, membaca novel dan segudang hal yang membuat saya bahagia yang bisa saya lakukan. Nanti ketika saya berusia 30-an tahun, ketika saya sudah berumah tangga, memiliki istri dan anak, apakah hidup akan menjadi lebih rumit atau lebih mudah? Entahlah, namun saya akan selalu menjalani kehidupan ini dengan gagah, berani.

Di akhir catatan yang tidak kecil ini, saya masih bingung mengapa saya memilih menulis ‘Menikmati Masa Lajang’ sebagai judul atas catatan ini. Lalu, apakah kalian menyesal setelah membaca tulisan ini?

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow

Get every new post on this blog delivered to your Inbox.

Join other followers: