“Kesuksesan rumah tangga tidak diukur dari banyaknya anak, rumah mewah atau kendaraan bagus. Melainkan dari bertambahnya amalan, hafalan- hafalan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT”. Ucap seorang rekan kerja kepada saya saat jaga malam waktu itu.
RUMAH tangga yang kukuh mesti berlandaskan iman kepada Allah SWT yang didasari dengan niat tulus, ikhlas semata- mata demi mencari ridho dan berkah dariNya. Membangun rumah tangga itu susah- susah gampang, kata Ibu Mertua saya sekali waktu. Dibilang sulit, tapi setiap orang bisa melaluinya. Dibilang gampang, tapi tidak semua orang berhasil melewatinya. Begitulah.
Banyak hal yang menurut kita kecil/sepele ternyata berdampak besar bagi kebahagiaan rumah tangga. Mencuci piring misalnya atau menolong istri yang sedang memasak, ringan kelihatannya namun membuat istri amat bahagia. Hal- hal kecil tersebut membuat istri merasa diperhatikan dan itu menambah keharmonisan berumah tangga.
Kesuksesan rumah tangga tidak lepas dari peran serta suami dan istri untuk terus saling mengasihi dan menyayangi. Saling belajar satu sama lain, saling mencukupi dan yang paling penting adalah niat untuk terus menjadi pasangan yang lebih baik setiap hari. Bila niat itu diwujudkan dalam sebuah perbuatan yang nyata, saya rasa keadaan negeri kita ini akan lebih baik lagi. Rumah adalah lingkungan pertama yang memberi dampak hebat bagi semua generasi yang ada. Dari sini pembentukan karakter anak dibentuk, apabila semua ayah dan ibu di dalam keluarga tersebut mampu mendidik generasinya menjadi baik dengan menanamkan akhlak dan budi pekerti yang luhur serta pemahaman agama yang kukuh. Maka tak ada lagi ceritanya anak perempuan yang pulang larut malam dengan teman lelakinya yang bukan mahramnya, tak ada lagi kasus pembunuhan bayi dalam kandungan (aborsi) karena hubungan gelap, pencurian, perkelahian, dan bentuk kriminalitas lainnya. Kondisi yang kita hadapi saat ini jauh lebih kompleks dan rumit. Untuk itu kita membutuhkan peran serta dari semua lapisan masyarakat agar bisa mewujudkan keharmonisan dalam rumah tangga dan lingkungan.
*
Saya pernah membaca tulisan seorang wanita di blog-nya. Tulisan yang cukup menarik perhatian saya. Dia adalah seorang pelajar wanita asal Indonesia yang tinggal Lexington, dia kuliah disana.
“Apakah kita pernah penasaran mengapa bentuk sebuah rumah atau bangunan yang memiliki atap seperti sebuah gunung?”
Membaca pertanyaan yang ia tulis, saya makin penasaran dan melanjutkan bacaan ke kalimat selanjutnya. Pada awal tulisannya ia membahas surah An-Naba, tepatnya ayat 6- 7. Disana dijelaskan bahwa Bumi telah dijadikan sebagai hamparan dan gunung-gunung sebagai pasaknya. Lalu dia berpikir, kenapa gunung? Apa yang menyebabkan Al-qur’an mendeskripsikan gunung sebagai pasak atau pondasi yang kuat di bumi ini?
Menarik untuk dipikirkan.
Menurutnya, sebuah keluarga, biasanya tinggal di satu atap yang sama. Tempat ini biasa kita sebut rumah. Rumah di sini mengambarkan gunung tadi. Jadi, Allah SWT menciptakan manusia berpasang-pasangan tujuannya untuk membangun suatu keluarga dan dari keluarga ini Allah SWT ingin menguatkan pondasi keimanan manusia tersebut. Dengan harapan, pernikahan adalah sarana ibadah dan pengingat satu sama lain. Di mana satu keluarga tinggal di sebuah rumah sebagai pelindung dari panas, hujan, badai, dan tempat yang aman untuk beribadah agar pondasinya tetap kukuh.
**
Usia pernikahan kami masih seumur jagung (begitu sebagian orang bilang). Saya yang menjadi suaminya Iin (istri saya) mesti banyak belajar lagi untuk menjadi Imam yang baik. Sebab, menjadi seorang ayah bukan melulu soal mencari nafkah tapi juga menjadi teladan yang baik.