TUJUH hari setelah kepergian James, suasana di rumah benar- benar sepi. Tak ada lagi lari- lari kucing, bola mainannya pun tak lagi ada yang memainkan atau yang sering menghabiskan tulang ikan sisa makan. Namun pada sore harinya, bapak membawa sebuah kotak yang berisi seekor makhluk kecil. Kucing jantan berwarna kuning yang pemalu.
Di hari pertama kucing itu tiba di rumah kami, saya tak punya perasaan apa- apa terhadapnya. Saya masih teringat akan James, kucing hitam kesayangan. Namun setelah dua minggu tinggal di rumah kami, kucing itu mulai menunjukkan nilai lebih dalam dirinya. Sesuatu yang membuat saya perlahan menyukainya.
Telo, demikian namanya. Nama yang diberi oleh Kakak sulung saya, diambil dari kata singkong/ketela/ubi jalar. Entah darimana ia mengambil nama itu, tetap saja untuk pemberian nama kucing, ia selalu bisa diandalkan.
Telo suka berlari- lari dalam rumah, terutama melompat dan memanjat gorden yang menghiasi daun pintu. Kakak perempuan saya sampai mengomel karena melihat aksi Telo yang hiper-aktif ini. Aksinya itu membuat beberapa gorden bagian tengah rusak karena cakarnya. Kadang di malam hari, Telo juga iseng memanjat terali jendela. Ia menyelinap seperti Tentara yang sedang latihan memanjat. Meski pada akhirnya ia sampai di puncak dan kebingungan sendiri bagaimana caranya turun.
“Ia masih dalam tahap pendidikan, belum dilantik” kata bapak setelah melihat aksi Telo yang sedang latihan memanjat terali besi jendela, hehee..
Telo juga suka bermain bola, namun ia lebih suka mengendap- endap di bawah meja lalu beraksi seperti binatang buas yang menerkam mangsanya saat salah satu dari kami lewat di depan mukanya, kemudian ia lari terbirit- birit menghindari kami yang beteriak kaget. Kucing ini memiliki karakter yang mirip dengan James, meski ia tak seagresif James yang suka bermain sambil menggigit.
Selamat datang di rumah kami, Telo. Jadilah kucing yang baik.
