Koki Listrik

"A man behind the lights". Agus Setiawan

Ubi Cilembu Madu: Makanan Jadul, Strategi Kekinian

Inovasi sejati sering lahir dari ketulusan dan kerja keras yang sederhana

Kalau ada suara mobil lewat di sore hari dengan toa kecil sambil teriak, “Ubi Cilembu… Ubi manis maduuu…” sebagian orang mungkin cuma senyum sekilas. Tapi buat sebagian lainnya, suara itu bisa membangkitkan memori masa kecil. Bau manisnya yang khas, tekstur lembutnya yang meleleh di mulut, dan rasa hangat yang sederhana tapi ngangenin. Ya, ubi Cilembu madu memang makanan jadul dengan rasa jadul. Tapi di tangan orang yang kreatif, makanan jadul ini bisa punya “napas baru”.

Dalam perjalanan pulang, saya melihat seorang penjual ubi keliling. Bukan dengan gerobak, tapi pakai mobil kecil yang sudah dimodifikasi rapi. Di bagian belakangnya, ada oven kecil dan wadah penyimpanan. Setiap kali mobilnya berhenti, pintunya terbuka dan aroma ubi madu yang legit langsung menyeruak. Sekilas tampak sederhana, tapi kalau diperhatikan lebih dalam, ini strategi marketing yang keren banget.

Dalam teori pemasaran modern misalnya (Kotler & Keller, Marketing Management), salah satu kunci keberhasilan bisnis adalah customer orientation. Yakni memahami kebutuhan dan perilaku pelanggan. Penjual ubi keliling ini, tanpa harus baca buku tebal-tebal, sudah mempraktikkannya langsung di lapangan. Ia tahu orang-orang sekarang sibuk, jarang ke pasar, tapi tetap suka jajanan hangat dan nostalgia masa kecil. Jadi dia yang mendatangi pelanggan, bukan sebaliknya. Itu artinya: mempermudah pelanggan untuk mendapatkan pengalaman, bukan cuma produk.

Pelayanannya yang ramah. Kadang kasih tester sepotong ubi kecil sambil senyum, “Coba dulu, Kak, manisnya alami loh.” Terdengar sepele, tapi itulah value added service. Tidak jarang, anak kecil ramai-ramai meminta tester. Si Abang jualan jadi kewalahan, hahaa.. Dalam strategi pemasaran, interaksi kecil yang positif bisa menumbuhkan brand loyalty. Kita tidak hanya membeli ubi, tapi juga membeli pengalaman, kehangatan, keramahan, dan kejujuran rasa.

Bagi saya pribadi, ubi Cilembu itu bukan hal baru. Dari dulu sudah sering makan. Tapi cara orang ini menjualnya membuat saya berpikir: inovasi itu bukan selalu soal teknologi tinggi atau modal besar. Kadang, inovasi datang dari kesediaan untuk terus berusaha dan memahami manusia. Dari kepekaan melihat peluang di sekitar, dari keinginan sederhana untuk memperkenalkan kembali makanan tradisional kepada anak-anak muda generasi yang mungkin lebih kenal “bubble tea“, “boba” daripada ubi madu.

Di masa depan, bukan mustahil kalau “Ubi Cilembu Madu” ini bisa naik kelas punya logo, kemasan menarik, bahkan versi modern seperti “ubi cup”. Tapi semua berawal dari satu hal kecil: semangat untuk berkeliling, melayani, dan mengenalkan rasa jadul dengan cara yang kekinian.

Jadi, setiap kali dengar lagi teriakan “Ubi Cilembu Maduu!” di kejauhan, saya tidak cuma ingat rasa manis ubinya. Saya juga ingat satu hal penting: bahwa inovasi sejati sering lahir dari ketulusan dan kerja keras yang sederhana.


Agus Setiawan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow

Get every new post on this blog delivered to your Inbox.

Join other followers:

error: Content is protected !!