Handwriting And Typewriting

SEJAK duduk di bangku sekolah dasar hingga tamat sekolah tingkat SLTA, saya terbiasa menulis dengan tulisan tangan. Baik itu menggunakan pensil, pena ataupun menulis di papan tulis dengan menggunakan kapur tulis atau spidol. Kita semua terbiasa menulis dengan karakter penulisan kita sendiri.

Di sekolah saya dulu, wali kelas akan menunjuk salah seorang siswa/siswi yang memiliki tulisan tangan paling bagus untuk menjadi sekretaris kelas. Tugasnya untuk menjadi penulis di depan papan tulis ketika guru memerlukannya, atau bisa juga membantu menyelesaikan tulisan pada tugas kelas. Baiklah, saya sedang tidak bercerita tentang cerita waktu sekolah. Pada tulisan saya kali ini, saya hendak berbagi tentang bagaimana cara mengimbangi kepenulisan kita antara menulis tangan dan mengetik.

***

Jauh sebelum kita mengenal komputer. Orang-orang dahulu menggunakan mesin ketik untuk menulis surat, tugas kuliah ataupun menulis dokumen penting di sekolah/kantor dan perusahaan. Kemampuan mesin ketik amatlah terbatas, tidak bisa dihapus seperti menulis di Microsoft Word, pita tinta pada mesin ketik harus diganti jika warna sudah pudar. Satu hal lagi, ketika mengetik di mesin ketik jari-jari kita harus menekan tombol huruf dengan kuat. “Ketak-ketik” begitulah suaranya. Membuat bising telinga.

Karakter tulisan tangan saya buruk. Kurang lebih begitu. Bisa juga dikatakan sangat susah dibaca oleh orang lain. Hal ini bermula ketika saya masih duduk di bangku SLTA, seorang guru sejarah mendiktekan catatan dengan cepatnya. Memaksa saya untuk mengganti karakter tulisan menjadi huruf sambung. Hasilnya luar biasa, catatan buku saya dipenuhi tulisan sambung menyambung yang tak beraturan. Meski sebegitu parahnya huruf yang saya tulis, saya masih dapat membacanya dengan baik. Ajaib! Tapi, hal ini tidak berlaku pada teman saya, saya jamin mereka akan kesusahan untuk membaca tulisan saya. Sejak itu juga, tak ada yang mau meminjam buku catatan milik saya. Hahaaa.. Hingga hari ini, saya masih menulis dengan karakter tulisan huruf sambung yang susah dibaca.

***

Kemudian, industri komputer mulai merambah dunia. Terutama negeri kita, Indonesia. Orang-orang sudah meninggalkan mesin ketik dan beralih ke komputer. Semua kemudahan teknologi ada di komputer, penulisan, pencetakan, akses internet menjadi satu paket dalam komputer. Perubahan pun terjadi di semua sektor kepenulisan, mulai dari rumah, sekolah, kantor, perusahaan dan lain sebagainya. Semua menggunakan komputer.

Saya juga demikian, menggunakan komputer untuk menulis. Entah itu untuk menulis artikel, surat, dokumen dan sebagainya. Semenjak saya sering menulis menggunakan komputer, tulisan tangan saya semakin buruk. Lebih buruk dari sebelumnya. Bahkan teman saya menyebutnya dengan “tulisan resep dokter”. Susah dibaca. Lalu saya berpikir untuk mencari cara agar menjaga tulisan tangan saya terjaga dengan baik.

Ide itu datang sendirinya, kesenangan saya menulis akhirnya saya tumpahkan pada sebuah buku harian, yang kita sebut “diary“. Ya, saya menuliskan apa saja pada buku itu dengan tulisan tangan milik saya yang paling aneh di dunia. Hal itu masih lakukan hingga hari ini dan saya menikmatinya.

Hari demi hari tulisan tangan saya perlahan membaik, masih dengan karakter huruf sambung tapi lebih mudah dibaca oleh orang lain. Tulisan tangan ataupun tulisan ketik adalah dua hal yang sering kita lakukan, kita harus bisa memberi porsi yang seimbang sehingga tulisan kita tetap terjaga. Dan yang paling penting adalah tetaplah menulis, tulislah apa yang bisa kau tulis dan tentu saja tulislah hal yang bermanfaat yang harus dibaca bukan yang hanya ingin orang lain baca. Oh ya, selamat berkarya!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow

Get every new post on this blog delivered to your Inbox.

Join other followers: