Mas Kawin Sepucuk Buku

Usia Bung Hatta itu baru 19 tahun, tapi dia sudah sekolah di Handels Hogeschool (kelak sekolah ini disebut Economische Hogeschool, sekarang menjadi Universitas Erasmus Rotterdam. Masih muda sekali, anak muda dari Sumatera ini sudah sekolah di tempat paling top dunia. Dan jangan lupa, dia datang dari negara jajahan, bayangkan sendiri, bagaimana inlander yang sekolah di kampus top Belanda. Tahun 1921, saat dunia masih “terbelakang” soal transportasi, pendidikan dan sebagainya.

Pendiri bangsa kita dulu memang orang-orang hebat. Bung Hatta, misalnya, itu jelas sangat dahsyat. Karena hari ini pun, jika usia kalian 19 tahun, diterima di Universitas Erasmus Rotterdam, orang-orang akan berdecak kagum. Hatta sudah melakukannya hampir 100 tahun silam.

Bung Hatta telat lulus kuliah, bukan karena dia bodoh, tapi dia sibuk dalam pergerakan. Senjata utamanya adalah tulisan. Juga aktif di organisasi. Pergi dia ke Frankfurt, bukan untuk hadir di book fair sana, tapi mengikuti sidang Liga Menentang Imperialisme, sepulang dari sana, Hatta ditangkap Belanda dengan tuduhan mengikuti organisasi terlarang. Dipenjara di Rotterdam, membela diri di pengadilan lewat tulisan yang mengaum buas, membuat hakim sana termehek-mehek, membebaskannya.

Pendiri bangsa kita dulu memang orang-orang hebat.
Jika Hatta ini memilih tetap di Belanda, boleh jadi dia akan menjadi bangsawan hebat di sana. Kaya raya, terkenal, namanya meng-Eropa, tapi dia memilih pulang, berjuang mengurus kemerdekaan negaranya. Padahal buat apa? Banyak loh, negara2 persemakmuran, yang hari ini justeru makmur sentosa dengan tetap dibawah negara penjajahnya dulu. Tapi tidak bagi Hatta, dia pulang–hanya untuk kemudian ditangkap Belanda dan diasingkan di negeri sendiri. 9 tahun Hatta diasingkan, salah-satunya ke Digul sana, itu tetap tidak menghentikan daya juangnya. Lewat tulisan2 yang semakin mengaum, dia mengirim semangat, ide-ide, prinsip perjuangannya.

Pendiri bangsa kita dulu memang orang-orang hebat. Mereka terdidik, terhormat, dan hidupnya, amboi, sangat sederhana. Tidakkah kalian pernah tahu, Kawan, Bung Hatta itu bahkan hingga mati tak terbeli sepatu yang dia idam-idamkan. Istrinya, Rahmi, bahkan tak bisa membeli mesin jahit yang dia inginkan. Nah, sebagai topnya, ijinkan saya beritahu sebuah rahasia kecil, Hatta baru menikah di usia 43 tahun, 3 bulan setelah Indonesia merdeka (karena dia terlalu sibuk dengan pergerakan), dia adalah wakil presiden saat menikah, kalian tahu mas kawin yang dia berikan? Bukan uang, bukan emas berlian, dia hanya bisa memberikan sebuah buku kepada Rahmi, buku yang dikarangnya sendiri saat dibuang ke Banda Neira.

Pendiri bangsa kita dulu memang orang-orang hebat.
Maka lihatlah pejabat, generasi penerusnya. Baru juga level rendahan, sudah bisa bikin pesta mewah pernikahan anaknya di hotel-hotel binta lima. Baru juga beberapa tahun jadi pejabat, mobilnya sudah kinclong tak terbayangkan, rumah mewah di mana2, jangan tanya sepatunya. Untuk kemudian, tanyakan apa prestasi orang-orang ini saat mudanya? Nggak jelas. Pendidikannya? Kita tahu sama tahu, ijasah palsu pejabat di negeri ini seperti gunung es. Atasnya saja yang nampak kecil, bawahnya jadi rahasia umum.
Tapi tidak mengapa. Semoga dengan membaca kisah Hatta, kalian akan terinspirasi.

Saya percaya, negeri ini masih memiliki orang-orang yang peduli. Hanya lewat orang-orang inilah kita bisa mewarisi hakikat kemerdekaan yang sebenarnya. Yang terus bekerja dalam senyap, mendidik sekitarnya. Guru-guru di pedalaman yang penuh dedikasi, meski digaji rendah. Dokter, bidan, tenaga medis di pelosok2 yang terus bekerja. Abdi negara yang terus amanah. Ibu rumah tangga yang terus menanamkan pemahaman terbaik bagi anak-anaknya. Dari sanalah kita bisa memperbaiki banyak hal.

Saya percaya, besok lusa, kita masih bisa melahirkan generasi seperti Bung Hatta. Yang semuda itu, 19 tahun, sudah melanglang buana ke benua seberang, untuk kemudian pulang, membawa seluruh kecemerlangan pemahaman. Bermanfaat bagi banyak orang. Hidup bersahaja hingga mati.

*Tere Liye

**Tulisan ini saya salin dari halaman Facebook milik Tere Liye, yang tinggal di sini.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow

Get every new post on this blog delivered to your Inbox.

Join other followers: