“Di tengah keringnya musim, tiada yang lebih menyejukkan jiwa selain senyummu dan hujan”
1. Suami dibesarkan oleh ibu yang mencintainya seumur hidup. Namun ketika dia dewasa, dia memilih mencintaimu yang bahkan belum tentu mencintainya seumur hidupmu. Bahkan seringkali rasa cintanya padamu lebih besar daripada cintanya kepada ibunya sendiri.
2. Suami dibesarkan sebagai lelaki yang ditanggung nafkahnya oleh ayah ibunya hingga dia beranjak dewasa. Namun sebelum dia mampu membalasnya, dia telah bertekad menafkahimu, perempuan asing yang baru saja dikenalnya dan hanya terikat dengan akad nikah tanpa ikatan rahim seperti ayah dan ibunya.
3. Suami ridha menghabiskan waktunya untuk mencukupi kebutuhan anak-anakmu serta dirimu. Padahal dia tahu, di sisi Allah engkau lebih harus dihormati tiga kali lebih besar oleh anak-anakmu dibandingkan dirinya. Namun tidak pernah sekalipun dia merasa iri, disebabkan dia mencintaimu dan berharap engkau memang mendapatkan yang lebih baik daripadanya di sisi Allah.
4. Suami berusaha menutupi masalahnya di hadapanmu dan berusaha menyelesaikannya sendiri. Sedangkan engkau terbiasa mengadukan masalahmu pada dia dengan harapan dia mampu memberi solusi. Padahal bisa saja di saat engkau mengadu itu, dia sedang memiliki masalah lebih besar. Namun tetap saja masalahmu diutamakan dibandingkan masalah yang dihadapinya sendiri.
5. Suami berusaha memahami bahasa diammu dan bahasa tangismu, sedangkan engkau kadang hanya mampu memahami bahasa verbalnya saja. Itupun bila dia telah mengulanginya berkali-kali.
6. Bila engkau melakukan maksiat, maka dia akan ikut terseret ke neraka karena dia ikut bertanggung-jawab akan maksiatmu. Namun bila dia bermaksiat, kamu tidak akan pernah dituntut ke neraka karena apa yang dilakukan olehnya adalah hal-hal yang harus dipertanggungjawabkannya sendiri.
**Tulisan ini ditulis oleh Tgk. Rahmat Idris (RH. Fitriadi), rekan Tere Liye.
CELANA jeans yang dulu saya beli telah berkali- kali masuk ke Tukang Penjahit. Saat mengalami insiden terjatuh dari motor, celana jeans tersebut robekdi bagian dengkul kiri yang cukup besar. Lalu, saya memutuskan untuk menambal di Tukang Penjahit. Tak lama setelah itu, pada bagian sama celana itu robeklagi karena sudah sering dipakai bermotor. Dan saya kembali kepada Tukang Penjahit untuk ditambal dengan dasar jeans yang lebih kuat agar tak mudah robek di bagian itu. Wajar, celana itu sudah 3 tahun saya pakai untuk wara- wiri naik motor dari rumah ke tempat kerja.
Berhubung celana jeans itu sudah tak layak pakai (karena di kedua sisi dengkul sudah robek semua), maka saya biarkan saja begitu.Sekali- kali saya masih mengenakan celana itu di sekitar komplek PLTU atau saat berjalan- jalan dan makan di sebuah desa Transmigrasi dekat tempat kerja.
Masyarakat kita menganggap bahwa berpakaian dengan dandanan aneh seperti: celana jeans robek, kaos tanpa lengan, aksesoris gelang menjadi ciri bahwa orang tersebut adalah preman. Sosok yang sering melanggar aturan dan membuat onar sekitar. Memang benar begitu kenyataannya. Namun seiring berjalannya waktu, celana jeans robek ini menjadi trend sendiri di kalangan masyarakat. Bahkan artis/penyanyi malah senang mengenakan celana jeans robek ini saat konser/pesta. Trend selalu mengikuti apa yang diinginkan oleh orang banyak. Boleh jadi, mengenakan celana dalam saja akan menjadi trend saat datang ke pesta pernikahan.
Kembali ke celana jeans robek saya tadi. Selepas makan siang beberapa waktu lalu, rekan kerja saya bertanya, “Sejak kapan kau mengenakan celana preman?” ucapnya. Saya tertawa tak menanggapi pertanyaannya. Dia mungkin baru kali ini melihat saya mengenakan celana itu. Waktu itu celana jeans saya baru saja dicuci, saya tak punya celana panjang lain untuk dikenakan saat makan di kantin kecuali jeans yang robek tersebut.
Tapi menurut saya, jika mengenakan celana jeans robek disebut preman. Maka itu tidak sepenuhnya salah. Diluar sana banyak preman yang mengenakannya. Tapi juga tidak sepenuhnya benar.
“Sebab preman zaman sekarang tak lagi mengenakan celana jeans robek, mereka sudah mengenakan jas dan berdasi!”
Preman zaman sekarang punya banyak duit dan bisa membeli pakaian bagus. Di rezim baru sekarang bahkan penampilan yang rapi dan baik tidak bisa dijadikan ukuran mutlak apakah seseorang itu baik atau buruk akhlaknya. Bahkan, boleh jadi seseorang yang penampilannya biasa saja, sederhana, lebih mulia akhlaknya daripada orang yang pakaiannya mewahdan rapi.
Kukira sutra adalah yang terlembut
ternyata bukan
hatimu bahkan lebih lembut daripada sutra
mudah sekali tergores oleh duri kehidupan
yang kau sembunyikan dibalik senyummu
Kukira gunung adalah yang tertinggi
ternyata bukan
impianmu mengalahkan hal tertinggi di dunia ini
Kau korbankan apapun demi kebahagiaan kami
Kukira samudera adalah yang terdalam
ternyata bukan
kasih sayangmu tak terukur batas
Kau sayangi kami sejak dalam kandungan
Kau besarkan, kau rawat hingga kami seperti ini
dan meski emas segunung uhud kami berikan
tak akan bisa membalas semua jasamu
Ibu,
Kasihmu tak terbatas ruang dan waktu
di sepanjang jalan, di setiap hembusan nafas
selalu ada doamu
PERTARUNGAN pertama yang saya hadapi di pagi hari adalah ketika hendak bangun tidur untuk sholat subuh. Tiba- tiba dari dalam diri saya terdengar suara, “banguuuun!”, “tidaaaak”, “banguuun!”, “tidaaaaaak”..”sebentar lagi saya bangun”, “sekarang banguuun!”, “tidaaaak!” dan begitulah.
Kadang saya menang atas pertarungan sengit itu, namun tak jarang saya kalah dan akhirnya sholat subuh saat matahari sudah tinggi. Malu rasanya, bahkan ayam jantan pun tak pernah kesiangan untuk menjemput rizki yang Allah SWT berikan pada makhluk-Nya.
Rasa malas memang menggiurkan sekali untuk diikuti, dijanjikannya kita kesenangan untuk menunda, dibuatnya kita terlena. Dan pada akhirnya hanya penyesalan yang kita dapat.
Pernah dengan sengaja saya menuruti rasa malas itu. Saya biarkan kamar berantakan, pakaian diletakkan dimana saja, begitu juga dengan tempat tidur tak lagi dirapikan, piring- piring digeletakkan sembarangan, sepatu, kaus kaki tak dicuci. Kotor dan bau, atmosfer kamar tiba- tiba berubah seratus delapan puluh derajat. Sungguh, waktu itu saya sedang menuruti rasa malas. Penasaran sekali rasanya ingin tahu sampai sejauh mana rasa malas itu menggerogoti hidup saya. Hingga akhirnya, tibalah rasa muak dengan semua kemalasan tersebut. Dan dengan tertatih saya berjuang menaklukkan kemalasan tersebut sedikit demi sedikit. Hingga kemudian, saya bangkit kembali dan melahirkan energi positif yang membuat hidup saya lebih bermakna.
Malas adalah penyakit. Kita mesti paham tentang itu, hanya akan membawa kerugian, entah itu waktu, tenaga dan pikiran. Bukan malas yang salah, namun kitalah yang memelihara rasa malas tersebut. Membiarkannya menggerogoti sendi kehidupan kita sehingga jauh dari produktifitas.
Ayo! Jauhi rasa malas, sekecil apapun itu. Tanamkan pemahaman dalam diri, bahwa malas hanya akan melahirkan kemalasan yang lebih besar. Dan kemalasan tak semestinya menjadi sikap kita. Mari menjadi produktif!
“Orang yang jujur tidak akan mati kelaparan, Nak” ucap seorang Ibu kepada anaknya yang baru saja tertangkap basah mencuri uang Ibunya.
Anak itu hanya tertunduk malu ketika Ibunya mendapati kelakuannya yang tidak terpuji. “Apakah pernah Ibu tidak memberimu uang saat kau minta?” tanya sang Ibu. Anak itu diam seribu bahasa tak mampu untuk melihat wajah ibunya.
Itu kejadian beberapa tahun silam, saat sang anak masih kecil. Setelah kejadian itu sang anak tak mau lagi mencuri uang ibunya, pun saat diminta tolong ibunya membeli barang ia selalu memberikan uang kembalian meski itu hanya ratusan rupiah. Sepeser pun tidak ada yang ia sembunyikan.
Anak kecil yang belum cukup akal pikiran sangat membutuhkan bimbingan dan tuntunan dari orangtua. Saat mereka melakukan kesalahan, orangtua mesti membimbing, memberi nasihat dengan cara yang baik.
***
Di zaman yang penuh dengan asap tebal kemunafikan, diantara hiruk-pikuk dunia barangkali sikap jujur sudah sulit kita temukan. Media tak henti- hentinya menyiarkan banyak berita tentang penyelewengan jabatan, korupsi menjamur. Itu- itu saja yang mewarnai ruang dengar di rumah kita. Saya bosan sekali dengan pemberitaan tersebut. Seperti kaset lama yang diputar ulang terus menerus. Pemberitaan yang tak kunjung jelas dimana akar dan solusi pemberantasannya. Orang- orang sibuk berkilah atas tuduhan yang diajukan, rela membayar mahal seorang Pengacara agar terhindar dari ancaman hukum untuk kemudian melakukan tindakan yang sama lagi. Dunia tidak akan serumit ini bila semua orang mendengarkan hati nurani dan terus konsisten bersikap jujur dalam mengemban amanat.
Tengoklah berabad- abad silam, ketika Rasulullah SAW dianugerahi dengan “Al- Amin” yang artinya seseorang yang dapat dipercaya. Adakah julukan atau gelar yang lebih mulia dari itu di zaman sekarang?
Menanamkan sikap jujur pada seseorang bukanlah hal yang mudah. Ini adalah sebuah proses panjang yang dimulai dari ruang lingkup kecil yang bernama: keluarga. Pemahaman agama yang baik serta contoh yang diberikan orangtua adalah hal yang paling penting dalam pembentukan karakter seorang anak. Generasi yang dididik dan ditempa oleh sikap jujur mudah- mudahan akan membawa angin segar bagi kemajuan zaman. Para ibu adalah ujung tombak sebuah zaman, dari merekalah akan tercipta generasi yang hebat, Dan mereka jugalah yang mewarnai bagaimana rupa generasi penerus kita,30, 40 tahun ke depan. Tentu kita tidak mau jika kehidupan generasi kita nanti lebih rusak dibanding hari ini, bukan?
Tak usah mengharapkan mereka, generasi tua yang saat ini sudah rusak oleh sikap rakus, kikir dan pendusta. Generasi tua yang sibuk menimbun harta hingga tujuh keturunan, para pejabat korup yang semena- mena, wakil rakyat yang menindas rakyatnya. Biarkan, biarkanlah mereka sibuk dengan apa yang ia cari, toh umur mereka tak akan lama.
Fokus kita pada generasi penerus saat ini, kita siapkan, kita bimbing dengan baik menjadi generasi hebat dan generasi yang jujur yang akan membawa banyak kebermanfaatan bagi semua dan agar menjadi angin segar bagi kehidupan yang fana ini.
SEBELUM memulai membaca catatan ini, saya juga pernah menulis perihal tentang Lelaki dan Perjalanannya (sebuah artikel yang cukup menarik untuk dibaca).
MENANGIS katanya adalah sebuah hal memalukan. Apalagi jika kita mengetahui bahwa seseorang yang menangis itu adalah lelaki, yang justru harus selalu kuat dan gagah. Tentu saja, semua lelaki sangat tak ingin bila mendpat sebutan ‘cengeng’. Namun saya percaya bahwa semua lelaki di bumi pernah menangis. Entah itu yang terlihat maupun yang nampak ataupun disembunyikan dibalik tawa atau senyum. Setidaknya semua lelaki pernah menangis saat pertama kali dilahirkan (entahlah jika ada seorang anak bayi lelaki tertawa saat dilahirkan).
Sebagai lelaki normal saya juga pernah menangis. Tangisan saya yang paling lama terjadi saat saya masih duduk di bangku kelas 2 SMK, tepat saat saya berusia 17 tahun. Waktu itu saya benar- benar tak ada niat untuk menangis. Namun apa daya airmata saya selalu keluar, keadaan saya saat itu serba salah. Mata bertambah perih saat dipejamkan, begitu juga saat dibuka. Airmata mengucur deras, mata saya juga merah. Hal itu diakibatkan oleh radiasi sinar mesin las. Sehari sebelumnya memang diadakan pelajaran Praktik Kerja Las di Sekolah untuk pertama kalinya. Nah, karena saya belum sadar akan akibat mengoperasikan alat las tanpa alat perlindungan diri (APD) yang lengkap. Maka asap hasil pembakaran tersebut mengenai mata saya. Dan hasilnya, saya menangis semalaman. Saya benar- benar dilanda rasa kesal dan marah pada diri sendiri. Ditambah lagi saya tak bisa tidur hingga subuh tiba.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa menangis adalah respon fisik dari gejolak emosi seseorang, bisa karena sedih ataupun bahagia. Manusia bisa mengeluarkan airmatanya pada saat mengalami kehilangan seseorang yang dicintainya, meninggal dunia misalnya. Atau bisa juga menangis ketika seorang ayah menyaksikan anak semata wayangnya berhasil menamatkan kuliahnya dengan nilai baik. Disini, bahagia atau sedih bukanlah ukuran tetap seseorang bisa mengeluarkan airmatanya. Bisa jadi, seseorang menangis saat mengiris bawang merah atau terkena radiasi saat mengelas seperti saya dulu.
Bahkan Rasulullah SAW pun pernah menangis. Kita ambil salah satu contoh saat putranya, Ibrahim meninggal dunia. Beliau menangis disebabkan rasa kasih dan sayangnya. Di samping itu Nabi Ya’kub AS juga pernah menangis, ketika beliau diberi tahu oleh anak- anaknya bahwa Nabi Yusuf AS dimakan serigala. Padahal terbunuhnya Nabi Yusuf AS adalah kebohongan yang dibuat saudara- saudaranya yang iri terhadap Nabi Ya’kub AS yang memberikan perlakuan istimewa kepada Nabi Yusuf AS. Karena begitu dalamnya kesedihan Nabi Ya’kub AS terhadap kehilangan Nabis Yusuf AS, beliau menangis hingga kedua matanya tak bisa melihat lagi. Disini kita barulah paham, bahwa menangis bukanlah sikap cengeng atau memalukan, melainkan cerminan kelembutan hati seseorang yang mudah menerima kebaikan dan teguh imannya.
Menangis adalah fitrah manusia, adalah wajar jika seseorang menangis, setidaknya membuktikan kita adalah manusia. Satu hal penting yang harus kita sadari saat menangis adalah ‘apa yang kita tangisi’ tersebut. Kita sendirilah yang tahu dan pantas menilai apakah seseorang/sesuatu tersebut layak kita tangisi atau tidak.