Kenakalan Remaja, Salah Siapa?

EMPAT hari lalu, di malam hari sepulang dari rumah keponakan, saya hampir saja menabrak sebuah sepeda motor yang dikendarai oleh dua bocah ingusan. Mereka mengendarai motor bebek matic tanpa helm dan tanpa menyalakan lampu. Di jalanan sepi nan lurus tentu saja semua orang ingin melaju lebih kencang namun apesnya, dua bocah tersebut tiba- tiba menikung membuat saya terkejut dan mereka melaju di jalur kiri (di jalur saya melaju), awalnya saya menduga mereka hendak berbelok ternyata mereka jalan lurus seolah- olah hendak mengajak ‘adu kambing’. Suara klakson dan lampu tembak peringatan sudah saya nyalakan berkali- kali namun mereka tidak memedulikannya. Adrenalin saya naik tinggi, tak habis pikir apa yang sedang mereka pikirkan. Sepersekian detik, saya memutuskan untuk tetap melaju sembari mengurangi kecepatan perlahan, namun sudah terlambat, jarak kami hanya berkisar sekitar sepuluh meter. Untungnya ada celah sedikit di sebelah kiri dekat trotoar, saya langsung mengambil kesempatan itu untuk menghindari tabrakan. Jika bukan karena kasih sayang Allah swt malam itu, saya tidak tahu apa jadinya jika dua motor saling ‘adu kambing’. Dengan penuh kesal saya terus melaju meninggalkan bocah yang..ah, entahlah.

Sejak kapan naik motor malam hari tanpa menyalakan lampu menjadi trend?! Aneh! Hal yang sesederhana inipun semua orang tahu, bahwa kita butuh cahaya untuk di malam hari, apalagi jika berkendara motor/mobil. Itu sangat penting. Kenapa orang- orang tak paham begitu pentingnya hal ini? Alasan hemat baterai? Ini adalah alasan paling tak masuk akal yang pernah saya dengar!

Tidakkah mereka tahu bahwa sudah banyak pengendara tewas di malam hari, digilas ban truk hingga kepalanya pecah, isi otak berhamburan, tulang- belulang patah- mematah hanya karena mereka tidak menyalakan lampu? Tidakkah mereka mau memikirkannya sejenak saja?

Hampir sebagian orang yang menjadi korban adalah remaja. Di usia yang masih muda dan produktif tak sepantasnya menghabiskan waktu keluar malam, naik motor ugal- ugalan, tanpa helm, apalagi tanpa menyalakan lampu di malam hari.

Nah, masalahnya kenakalan remaja seperti ini tak terjadi begitu saja. Pasti ada penyebabnya. Lingkungan adalah salah satu faktor utama pembentukan kenakalan ini. Kurangnya pengawasan di rumah boleh jadi membuat mereka punya banyak waktu keluar dan bergaul dengan hal- hal yang tak pantas, seperti kebut- kebutan, merokok dan kegiatan negatif lainnya.

Nah, teman. Ada banyak bocah- bocah alay yang suka mematikan di malam hari saat naik motor diluar sana, maka kita, selaku orang yang sehat dan cerdas semestinya untuk lebih bersabar dalam menghadapi keadaan yang rumit seperti ini. Kenakalan remaja, salah siapa?

Sajak buat Emak

Emakku wanita yang sederhana
tak pernah sekalipun dia
berkata indah tentang wacana, hidup ini seperti apa
apalagi bicara banyak teori
seperti di tabloid wanita

Emakku adalah perempuan desa
tak mengerti apa itu kesetaraan
atau protes tentang berbagi peran
meski sesekali ungkapkan
keinginan Bapak adalah keputusan

Emakku bukanlah wanita tegar
mudah sekali jatuh airmatanya
saat bapak alami kendala
atau anak- anaknya terluka

Emakku tak sehebat yang kau kira
ijazah SD pun tak punya
apalagi untuk kuliah esdua
hanya bisa membaca, menghitung angka
dengan sederhana

Tapi yang kutahu
dia sangat sayang padaku
berikan terbaik yang dia mampu

Yang aku tahu
Dia rajin berdoa
untuk kebahagiaan keluarga

Yang aku mengerti
ia sangat mencintai suami
memeluknya dalam bakti
dan mencintai kami hingga nanti

Sajak Lima Huruf

Disebut apakah ini
makan tak enak, tidur tak nyenyak
Apakah ini cinta?
lima huruf yang membuat mendung
menjadi cerah

Dinamakan apalah perasaan ini
siang malam dirundung gelisah
terbayang selalu wajahnya
Apakah ini cinta?
satu kata yang menguatkan jiwa dan raga

Jika ini benar cinta
oh, indahnya kurasa
sungguh aku ingin hidup lebih lama

Wahai, sang pemilik cinta
anugerahilah aku rasa sabar
agar aku bisa menjaga cinta
dengan sebaik- baiknya
untuk kuhadiahkan kepadanya
yang memang layak untuk kucinta

Disitu Kadang Saya Merasa Sedih

MESKI saya bekerja di Pembangkit Listrik, saya juga pernah merasakan pemadaman listrik atau ketika Unit kami padam karena masalah, malahan kami bertahan hidup di lingkungan Pembangkit tanpa suplai listrik dan air sama sekali untuk beberapa hari.

"Disitu kadang saya merasa sedih.."
“Disitu kadang saya merasa sedih..”

Pekan lalu saat pulang ke rumah, listrik di kota kami padam. Pemadaman tak begitu lama, berkisar dua puluh menit. Namun cukup membuat kami dan beberapa tetangga gusar, apalagi mengingat hari telah gelap ditambah hujan deras. Dan satu hal yang membuat kami di rumah lebih gusar lagi ketika menyadari listrik tetangga sebelah kanan tidak padam. Lampu di teras rumah mereka menyala terang benderang. Pemadaman waktu itu hanya memadamkan jalur listrik di rumah kami dan bagian sebelah kiri. Tak berapa lama, akhirnya keadaan kembali seperti semula. Listrik kembali menyala!

Kemarin pagi, ketika saya menelepon Emak di rumah menanyakan kabar. Beliau bilang “sehat- sehat saja namun listrik di rumah padam dan hujan deras”. Waktu itu saya pikir pemadaman tak akan lama dan keadaan kembali seperti semula setelah hujan reda. Namun hingga sore hari, ketika saya kembali menelepon, Emak bilang: “listrik belum kunjung menyala”. Terlalu. Sungguh terlalu. Kemudian saya mencari tahu penyebab pemadaman listrik berjam- jam yang melanda kota saya. Ternyata ada pemasangan Sistem SCADA (Supervisory Control and Data Acquisition) oleh pihak PLN di Gardu kota. Selepas Isya’ akhirnya listrik di kota saya menyala kembali. Semua orang gembira setelah penantian berjam- jam.

Kadang ini semacam beban batin. Ketika kami sibuk bekerja menyuplai listrik dengan beban maksimum lalu menyadari bahwa diluar sana masih banyak tempat yang belum terjangkau listrik. Apalagi saat keluarga, sahabat, teman mengabarkan bahwa listrik di tempat mereka padam. Entah karena memang memberi tahu atau sekadar lucu- lucuan saja, namun diluar semua itu kadang saya merasa sedih.

Harga Sebuah Kejujuran

“TAK TERNILAI HARGANYA! Sekali lagi kukatakan padamu, harga sebuah kejujuran tak ternilai harganya!”

Tak peduli seberapa banyak uang yang kau punya, tak peduli seberapa banyak tanah kau miliki, pesawat terbang kau punya, kapal pesiar dan bahkan pulau kau miliki. Tetap tak bisa membeli apa yang disebut dengan kejujuran.

Sikap jujur ini adalah sikap mulia, sekaligus sikap yang tidak lagi melekat pada Pemimpin negeri ini. Lihatlah kenyataan yang ada di negeri ini, kasus korupsi terus bertambah merajalela. Bak parasit tumbuh subur. Membekas luka, menyakiti bangsa sendiri, menyisakan banyak penderitaan bagi rakyat. Omong kosong pada janji- janji busuk yang keluar dari mulut manusia yang disebut Pemimpin saat pidato pemilihan umum. Peduli setan pada harapan- harapan semu yang mereka buat. Bedebah- bedebah diatas sana sibuk mengkayakan diri, membangun tampuk demi tampuk kekuasaan, menguasai jengkal demi jengkal tanah milik rakyat, yang mereka pikir akan bisa menghidupi keluarga mereka hingga tujuh keturunan? Apa peduli mereka tentang nasib rakyat yang makan malam pun tak tahu harus makan apa? Anak- anak bahkan pergi ke sekolah pun bertarung nyawa melewati jembatan ambruk, menyeberangi sungai, peduli apa tentang pendidikan? Membangun banyak gedung sekolah tanpa menambah banyak guru? Peduli apa mereka tentang pentingnya membaca? Menyuruh rajin membaca sementara harga- harga buku melambung naik tinggi dibiarkan saja? Peduli apa? Lalu kemana perginya janji- janji itu? Ke tong sampah?

Di media saat ini sungguh menyedihkan. Di tengah kecamuk pertikaian elite orang- orang saling serang antar sesama, berkoar sana- sini memberikan pernyatan, beradu argumen. Demi membela apa yang mereka sebut sebagai ‘kepentingan rakyat’. Sungguh bangsa Indonesia kini sedang perang melawan bangsanya sendiri, inilah yang dulu pernah Bung Karno katakan:

“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri”.

Itulah kenapa terjadi begitu banyak penderitaan yang dialami oleh rakyat. Korupsi benar- benar merampas hak rakyat hingga ke akarnya. Koruptor membuat semua hal yang kita impikan lenyap seketika, rusak dan berkarat. Indonesia negeri kaya raya, subur dan makmur namun rakyatnya kelaparan diatas lumbung padi sendiri. Kekayaan negeri ini dihisap habis oleh Koruptor yang tak punya nurani, mereka lupa akan amanah saat menjabat dulu, pun lupa suatu hari mulut mereka akan penuh tanah.

Di negeri yang mayoritas beragama Islam ini, katanya. Tidakkah kita semua berkaca pada sikap teladan mulia Baginda Rasulullah Muhammad saw. Dengan sikap kejujuran beliau, ia dijuluki Al-Amin yang berarti orang yang dapat dipercaya. Ingatlah kisah ketika Umar bin Khattab memikul sendiri karung gandum ke rumah rakyatnya, karena Umar gentar sekali atas dosa telah menjadi Pemimpin tidak amanah. Tidakkah kita malu pada mereka?

Maka genggam erat sikap jujur, gigit dengan gigi geraham. Sebab pertolongan Allah tidak akan datang kepada negeri muslim jika penduduknya tidak jujur, namun Allah swt tetap memberi pertolongan kepada negeri yang bukan muslim jika penduduknya jujur. Maka alangkah baiknya jika kita menjadi penduduk muslim yang jujur. Sungguh pertolongan Allah swt amat dekat. Saya percaya sikap jujur itu masih melekat erat pada orang- orang yang bekerja membela kebenaran, demi rakyat, bangsa dan agamanya.

Mari berantas korupsi hingga ke akarnya, tanamkan sikap jujur dalam diri masing- masing, didik anak- anak kita dengan baik tanamkan sikap mulia ini, ingatkan keluarga kita dan sahabat betapa berharganya sikap jujur, agar suatu saat kelak cita- cita kita semua untuk menjadikan Indonesia bebas korupsi terwujud. Semoga.

“Suatu hari temanku bertanya: “Kenapa para wanita- wanita cantik itu lebih memilih sendiri?” Aku diam sejenak, lalu kujawab: “karena wanita zaman sekarang tak butuh lagi perlindungan dari lelaki, mereka lebih butuh kepastian.”

Follow

Get every new post on this blog delivered to your Inbox.

Join other followers: