“Berhentilah menebak usia lewat wajah. Percayalah saya masih muda”
SAAT menulis catatan kecil ini, saya sedang menikmati secangkir kopi. Cangkir ketiga yang saya minum di awal tahun ini. Perubahan kecil dalam rangka sadar kesehatan.
Sebetulnya saya sudah mulai berlatih mengurangi minum kopi sejak awal Desember lalu. Dengan pemahaman yang baik serta niat yang gigih, perlahan saya berjuang melalui hari- hari tanpa kopi. Awalnya, melewati shift malam tanpa secangkir kopi adalah hal yang sangat berat. Candu yang berada dalam cangkir kopi ini membuat perasaan saya serba salah. Dalam hati, ingin sekali buru- buru mengambil cangkir, menuangkan se-sachet kopi ginseng dan menyeduhnya. Namun saya menggantikannya dengan secangkir air putih hangat, setiap kali keinginan itu muncul saya meminumnya dengan perlahan. Demi memberikan penghargaan pada diri yang telah sukses melewati shift malam tanpa kopi, saya menghadiahi diri dengan segelas susu. Dan begitulah seterusnya.
Air putih adalah air yang paling baik diantara air lainnya. Harusnya saya menyadari hal ini lebih awal, namun tidak ada kata terlambat untuk setiap niat baik. Awal yang bagus. Memperbanyak minum air putih dan mengurangi minum kopi langkah awal bagi menuju perubahan yang baik.
Sesuatu yang berlebihan selalu membawa hal yang buruk. Begitu juga yang terjadi antara saya dan kopi. Secangkir kopi memiliki banyak manfaat, namun juga memiliki efek negatif bagi peminumnya. Unsur kafein yang ada di dalamnya bersifat adiktif, membuat peminum kopi akan merasa ketagihan. Jika hal ini terus menerus akan membawa dampak buruk bagi kesehatan. Meminimalisir konsumsi kopi (seperti yang saya lakukan saat ini) adalah langkah untuk mengurangi ketergantungan, sesuatu hal yang bertahap. Sebuah proses yang butuh waktu, jika bulan Desember lalu, saya minum kopi seminggu sekali, bulan ini saya minum kopi tiga kali dalam sebulan, bahkan tidak mungkin jika bulan depan saya minum hanya dua cangkir kopi saja.
Pada akhirnya perubahan tersebut ada pada diri kita sendiri. Terlepas apakah kita ingin terus menerus menjalani pola hidup yang buruk atau mulai bergerak menuju pola hidup sehat. Dengan menyadari betapa pentingnya arti kesehatan dalam hidup, kita akan mulai memilih asupan makan dan minum yang baik bagi tubuh dan jiwa.
RIUH suara air menyatu bersama kegembiraan kami yang asyik menikmati tiap jeram aliran sungai Enim tadi siang. Kegiatan wisata yang melibatkan hampir semua rekan kerja di Dapur Listrik ini tak hanya mempererat kembali semangat kerja tim yang sudah terjalin hampir lima tahun terakhir, namun juga memberikan kesegaran tersendiri bagi setiap anggota yang ikut. Tentu saja ini sangat membantu memperbaiki keadaan psikologis kami yang hanyut dalam rutinitas kerja yang membuat jenuh.
Lokasi Arung Jeram tersebut berada di desa Bedegung, Kecamatan Tanjung Agung, Muara Enim. Berjarak kurang lebih lima puluh enam kilometer dari kota Muara Enim. Bisa ditempuh dengan kendaraan motor ataupun mobil. Anda harus berhati- hati saat memasuki jalan dari Simpang Meo hingga Desa Bedegung sebab jalanan mulai sempit, selain itu warga desa Bedegung sering menjemur biji kawe (kopi) di permukaan jalan yang mungkin saja menyebabkan kecelakaan (khususnya bagi pengendara motor).
Sebelas anggota kami yang ikut dibagi menjadi tiga regu. Setiap regu ditemani oleh seorang Guide berpengalaman yang akan membawa kami mengarungi aliran sungai hingga garis finish (jadi tak usah khawatir meski ini adalah pertama kalinya Anda ikut arung jeram). Untuk garis finishnya berada di desa Pandan Dulang yang tak jauh dari desa Bedegung. Kegiatan pun mulai dilakukan setelah mendapat pengarahan dan pembekalan singkat tentang penggunaan alat pengaman, rute dan kode perintah selama kegiatan arung jeram berlangsung. Setelah selesai berdoa, maka kami mulai mendayuh perahu karet itu ke tengah sungai dan merasakan sensasi jeram yang menantang.
Cuaca mendung dan hujan pun turun beberapa saat kami mengayuh, menambah kemeriahan perjalanan wisata air kali ini. Sangat asyik sekaligus menegangkan, mengingat ini adalah pertama kalinya kami ikut Arung Jeram, apalagi ketika melewati jeram yang di kanan- kiri terdapat batu besar serta riak air yang deras. Mengagumkan. Pakaian kami basah dan kami kedinginan setelah berarung jeram ria selama kurang lebih satu jam. Meski tak ada satu foto pun yang bisa diabadikan saat berarung jeram, saya tak ambil pusing. Sebab hal yang indah kadang lebih baik dinikmati sendiri.
Kegiatan belum berakhir di Arung Jeram. Sebagai penutup perjalanan hari ini, kami lanjutkan dengan mengunjungi Air Terjun Curup Tenang (orang- orang kerap menyebutnya Air Terjun Bedegung karena air terjunnya berada di Desa Bedegung). Air terjun itu tinggi sekali, menurut informasi yang saya dapatkan, tingginya mencapai sembilan puluh sembilan meter. Saat berdiri di jembatan pun kami telah disambut dengan rintikan air bak hujan gerimis.
Waktu cepat sekali berlalu, rasanya ingin sekali lagi bermain air disana bersama keluarga suatu hari nanti.
*Terima kasih kepada rekan-rekan atas ide jalan- jalannya kali ini, juga terima kasih atas tumpangan kendaraan yang baik, serta rekan- rekan kerja lainnya yang ikut serta dalam acara menyenangkan ini. Semoga kita dipertemukan dalam kesempatan baik lainnya. Aamiin.
Sebuah tulisan untuk laki-laki.
Karena saya tahu bagaimana rasanya menjadi laki-laki. Saya menulis ini. Ada satu hal yang mungkin perlu kita (sebagai laki-laki) pahamkan dalam diri kita. Terlepas dari apapun kepercayaan yang kita imani, terlepas dari segala pemahaman hidup kita masing-masing. Sudah menjadi kewajiban laki-laki untuk menjaga kehormatan perempuan.
Dalam agama yang saya imani, ada aturan-aturan dalam interaksi antara laki-laki dan perempuan. Tujuannya pun untuk menjaga kehormatan, tidak hanya salah satu, tapi keduanya. Terlebih dalam hal ini, islam sangat memuliakan perempuan.
Apa yang hendak saya sampaikan ini khususnya untuk laki-laki. Dalam interaksi kita kepada perempuan. Kita harus memiliki sikap yang jelas. Ini penting, karena yang kita hadapi tidak hanya perempuan dalam bentuk fisik, tapi juga dalam bentuk perasaan.
Ketika kita telah mengutarakan niat baik kita kepada perempuan untuk berproses menuju ke jenjang pernikahan. Itu tidak serta merta membuat kita bebas melewati batas, bebas melanggar norma atau aturan. Karena dimata Allah, sejatinya kita bukan siapa-siapa untuk perempuan ini. Ungkapan perasaan kita bukanlah kalimat ijab kabul. Tidak memiliki kekuatan apa-apa dan sangat berisiko melukai perasaan perempuan tersebut bila kita sebagai laki-laki tidak berkomitmen untuk mewujudkannya.
Bila pun saya berproses nanti. Saya berprinsip untuk tidak menyebut nama perempuan yang saya tuju secara sembarangan kepada orang lain ataupun kepada khalayak. Ini menurut saya penting, bukan soal saya tidak mengakuinya. Tapi ini cara saya untuk melindunginya (juga melindungi saya) dari fitnah. Ataupun dari kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi di depan. Lindungilah kehormatan perempuan dengan tidak menyebut namanya sembarang. Dengan begitu, sang perempuan akan terjaga baik kehormatan ataupun harga dirinya. Dan perempuan akan lebih percaya kepada laki-laki yang bisa menghormatinya dengan baik, tidak hanya setelah pernikahan, tapi jauh sebelum itu. Seorang ayah pasti marah bila ada laki-laki diluar sana yang dengan sembarang menyebut-nyebut nama anak perempuannya.
Rahasiakanlah dengan baik sampai pada waktunya tiba. Meski perempuan memang pada dasarnya ingin diakui, tapi kembalikan pertanyaan itu. Diakui sebagai apa? Allah sendiri belum mengakui, bagaimana seseorang bisa mengklaim dia milikku, atau aku milikmu.
Proses yang baik adalah proses yang melibatkan Allah, tidak hanya dalam wujud doa tapi juga menggunakan apa-apa yang Dia rancang, yang Dia tuntunkan dengan baik. Sepanjang laki-laki dan perempuan bisa menjaga diri, keduanya bisa saling menjaga kehormatan. Maka, Allahlah sejatinya yang akan menjaga keduanya sampai pada waktu yang sudah digariskan keduanya berjalan pada satu jalan yang sama.
Laki-laki harus punya sikap yang jelas. Dan punya prinsip yang baik. Kata teman saya suatu hari, laki-laki harus bisa mengambil keputusan untuk mengambil jalan mana yang akan ditempuh dan baik kepada perempuan. Sebab perempuan akan selalu lebih bermain perasaannya.
Godaan terbesar kita sebagai laki-laki adalah perempuan. Maka, berkomunikasilah untuk membuat komitmen agar bisa saling menjaga diri dan menjaga kepercayaan satu sama lain. Bahkan, kesetiaanmu akan diuji jauh sebelum ia menjadi istri kan?
Selamat menjadi laki-laki.
Rumah, 3 Juni 2014 | (c)kurniawangunadi
*Tulisan ini saya salin dari blog milik Kurniawan Gunadi yang bermukim di sini. Melalui tulisannya di buku Hujan Matahari, ia memberikan banyak inspirasi kepada saya. Terima kasih.