Berdoa, Berusaha dan Bekerja

“Setetes keringat yang keluar saat bekerja jauh lebih berharga daripada airmata yang jatuh saat berkeluh- kesah”.

SEPULUH bulan lalu ketika terakhir kali saya berkunjung ke kota Palembang, dalam perjalanan dari kota Palembang ke kota Prabumulih saya menyaksikan seorang lelaki tua berkumis tebal, berseragam coklat, berkulit hitam, berdiri di tengah jalan, sibuk mengatur lalu lintas. Ini bukan pertama kalinya saya melihat lelaki itu, orang-orang di sekitar sana sudah mengenal baik lelaki itu. Ia bekerja dari pagi hingga sore, mengatur lalu lintas. Sungguh mulia sekali apa yang ia lakukan, di tengah arus kendaraan yang padat saat ini saya tak bisa membayangkan betapa macetnya jalur itu jika tanpa seorang petugas yang mengatur lalu lintas.

Lain lagi ketika saya melakukan perjalanan dari rumah menuju tempat kerja beberapa waktu lalu. Di bawah langit kota yang terik saya menyaksikan seorang perempuan tua, berseragam biru, mengenakan topi rimba berwarna coklat di kepalanya sedang membersihkan jalanan kota. Pada saat itu semua orang di sekitar sana juga menyaksikan hal yang sama, namun hal ini berbeda bagi saya. Saya menyaksikan hal menakjubkan lebih dari sekadar membersihkan jalan.

Anda juga sering menyaksikan hal tersebut, bukan? Entah itu hanya seorang penjual sayur, tukang bubur atau loper koran. Cobalah sesekali luangkan waktu sejenak menatap kehidupan masyarakat di sekitar kita. Perhatikan kehidupan mereka. Maka, saya jamin Anda akan mendapati sebuah kenyataan yang akan menyadarkan pemikiran kita selama ini tentang ‘betapa penting untuk berusaha, bertahan dalam kehidupan’.

Saya bukan terlahir dari keluarga kaya, tidak setiap keinginan dikabulkan oleh orangtua saya. Namun mereka sudah mengajarkan sebuah pemahaman yang menakjubkan. Pemahaman itu saya pegang erat-erat hingga saat ini, “Jika kau menginginkan sesuatu, maka berusahalah!”. Luar biasa sekali pemahaman ini, orangtua saya tak mengajarkan anak-anaknya untuk manja. Maka pemahaman itu terus saya terapkan pada semua hal dalam kehidupan. Mulai dari belajar, bermain, keinginan kecil, impian, dan harapan. Kau tahu? Selalu ada rasa bahagia yang saya dapat ketika berhasil mendapatkan apa yang saya usahakan.

Begitu banyak karunia Tuhan yang diberikan kepada manusia, salah satunya adalah memiliki organ tubuh yang lengkap dan semua itu berfungsi dengan baik. Nah, gunakan semaksimal mungkin, sebaik mungkin di jalan yang Allah ridhoi. Dengan demikian semua keinginan, semua impian, harapan akan tercapai.

Untuk menutup tulisan singkat ini, saya hendak mengutip sebuah perkataan dari Umar bin Khattab yang pernah berkata, “Janganlah salah seorang diantara kamu mengharapkan rezeki akan dikaruniakan kepadanya hanya sekadar berdoa, “Wahai Allah, anugerahkanlah padaku rezeki”. Sesungguhnya kamu mengetahui bahwa langit tidak menurunkan hujan emas atau perak“.

Sajak Dua Buah Gigi Geraham

“Rasa sakit itu hanya sementara”, begitu kata Ibuku

Maka atas nama kesabaran

Hari ini, kuberanikan diri untuk pergi ke Dokter Gigi

Gigi-gigiku berteriak panik sebab kali ini gilirannya berduka

Pada rahang ini tersimpan banyak ngilu dan nyeri yang menahun

Aku benar-benar geram,

tak kenal kasihan pada dua buah gigi yang berlubang

Sudah cukup! Tak akan ada lagi senandung syahdu yang keluar

dari lubang- lubang itu

 

“Aw!” aku menahan sakit

Ketika alat itu mencabut gigi-gigiku

Aku memilih diam dan menikmati rasa sakit yang kata Ibu hanya sementara

Geraham-geraham itu mengaduh, meminta belas kasihan

Aku tak peduli! Sungguh aku bahagia sekali ketika ia terlepas dari gusiku

Maka, tamatlah sudah kisah dua geraham yang berlubang itu

 

Kini, gigiku tinggal tiga puluh buah

lima belas buah di atas, lima belas buah di bawah

yang akan kujaga selalu setiap masa

Tak ada lagi rasa nyeri, tak ada lagi rasa ngilu

dan memang benar apa kata Ibuku

“Rasa sakit itu hanya sementara”

Kali ini, aku tersenyum lega.

 

***Dua tahun sudah, dua buah gigi geraham itu dicabut. Sejak saat itu saya senang sekali sebab tak pernah merasakan lagi sakit gigi.

Dwilogi Novel Sang Koki Listrik: Wasiat Segelas Pasir (Segera Rilis)

PAGI INI, naskah kedua novel saya Dwilogi Novel Sang Koki Listrik: Wasiat Segelas Pasir sudah selesai. Lega sekali rasanya meski di dalam hati sedikit deg-degan untuk menunggu hingga publish. Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Penyayang yang telah memberi saya ide untuk menuliskan cerita ini. Mudah-mudahan novel kedua ini akan membawa banyak manfaat dan membuat kita sadar bahwa cinta adalah anugerah yang paling indah yang Tuhan berikan kepada kita. Wasiat Segelas Pasir adalah proyek novel yang saya kerjakan dari Desember tahun lalu, meski sebelumnya naskah ini pernah terbengkalai hingga tiga bulan lamanya karena aktifitas kerja dan kuliah namun saya tetap berkomitmen untuk menyelesaikannya. Alhamdulillah, naskah itu selesai dengan baik hari ini.

Seperti yang pernah saya tulis pada artikel sebelumnya, bahwa pada novel kedua ini memiliki genre cinta. Hal inilah yang membuat saya sangat bersemangat menuliskannya. Saya tidak menemukan banyak kesulitan dalam proses penulisannya, sebab saya hanya menerjemahkan kejadian-kejadian hidup yang pernah kita alami ke dalam tulisan yang saya kemas dengan sederhana. Kalian akan menemukan begitu banyak cinta dalam novel Wasiat Segelas Pasir ini, tak hanya cinta terhadap sepasang kekasih, melainkan cinta kepada orangtua, cinta kepada sahabat, tetangga, cinta kepada negara, dan tentu saja cinta kepada Tuhan Yang Maha Pencinta.

Bagi kalian yang pernah membaca novel Sang Koki Listrik, maka novel ini adalah novel penutup kisah antara Marwan dan Saafia. Jawaban atas hal-hal yang belum selesai dalam kisah sebelumnya. Ketika desain sampul sudah selesai, tak lama lagi novel Wasiat Segelas Pasir akan segera publish. Doakan saja agar berjalan dengan lancar. Sabar menunggu. :)

“Apa yang lebih mengkhawatirkan ketika kau memutuskan untuk jatuh cinta? Apa yang lebih berharga dari sebuah kesetiaan? Disini segelas pasir menjadi awal semua cerita”.Dwilogi Novel Sang Koki Listrik: Wasiat Segelas Pasir, rilis segera.

Jejaring Sosial dan Buah Simalakama

PERKEMBANGAN telekomunikasi dan informasi berkembang pesat seiring dengan kemajuan teknologi yang ada. Jika dahulu kita harus menunggu berminggu-minggu untuk mengirimkan sebuah surat lewat Pak Pos hingga sampai pada si Penerima maka hari ini kita hanya membutuhkan beberapa detik saja untuk mengirimkan banyak tulisan baik itu surat, foto atau sebagainya melalui surat elektronik. Hebat, bukan?

Begitu juga dengan transportasi, dulu orang- orang yang melakukan perjalanan ke luar kota ataupun luar negeri akan menghabiskan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan lamanya untuk tiba di tempat tujuan. Sekarang? Kita bisa menghemat waktu perjalanan dengan menumpang Pesawat Terbang yang akan membawa kita terbang ke tempat tujuan dengan aman dan selamat. Jarak yang dulu harus ditempuh lewat laut, memakan waktu berbulan-bulan. Sekarang hanya ditempuh dengan hitungan jam saja. Menakjubkan, bukan?

Tulisan diatas hanyalah contoh yang menggambarkan betapa peradaban hidup manusia telah berkembang pesat. Namun kali ini, saya sedang tidak membahas tentang surat elektronik ataupun Pesawat Terbang.

Seperti pisau bermata dua, setiap kemajuan teknologi dan informasi selalu membawa dampak baik dan buruk. Siap melukai siapa saja yang tak berhati-hati menggunakannya. Hari ini, jejaring sosial sudah menembus semua lapisan masyarakat, mulai dari yang besar hingga yang kecil. Mulai dari yang berkepentingan hingga mereka yang hanya ikut-ikutan saja. Jejaring sosial seperti: Facebook, Twitter, BBM, dan lain-lain sangat membawa perubahan besar bagi penggunanya dan berbagai macam kepentingan. Dampak yang ditimbulkan juga bermacam-macam, menambah teman, berbagi informasi, hingga promosi produk dagangan.

Tak sedikit pula, orang-orang hanyut dalam arus media yang membuat diri mereka terjerumus pada lubang yang mereka gali sendiri. Di koran, TV, dan media elektronik lainnya para Pejabat besar, Artis, Aparat menjadi korban jejaring sosial yang mereka buat sendiri. Entah itu karena foto ‘syur’, tulisan-tulisan yang menyinggung pihak lain dan sebagainya. Maka, benarlah jika jejaring sosial itu seperti buah simalakama. Membuat penggunanya serba salah, memilih menggunakan sementara di sisi lain harus siap dengan segala kemungkinan buruk.

Tak dipungkiri bahwa saya juga salah satu pengguna jejaring sosial diantara jutaan pengguna yang ada. Dalam kasus ini, sebaiknya kita harus berhati-hati dalam menggunakan media jejaring sosial. Beberapa Perusahaan menggunakan sarana ini untuk memeriksa calon karyawan yang akan direkrut atau memeriksa kegiatan pribadi para karyawan Perusahaannya. Di lain hal, kejahatan juga mengintai di dalamnya. Kita sering mendengar tentang kasus penculikan, pencurian dan lain-lain. Penjahat selalu mencari cara untuk mengintai mangsanya, salah-satunya dengan ‘Jejaring Sosial’. Kita ambil contoh misalnya. Si A, dalam jejaring sosial meng-update status: “Jalan-jalan ke luar kota, bersama keluarga. Senang sekali rasanya!”. Tanpa disadari ini informasi yang sangat dibutuhkan Penjahat sebelum mereka melakukan pencurian pada rumah yang ditinggal penghuninya. Dan masih banyak kasus-kasus lain diluar sana yang bisa kita pelajari.

Untuk itu, saya sarankan agar berhati-hati dalam menggunakan jejaring sosial. Terutama yang menyangkut pada privasi kita, seperti mengunggah foto, video dan tulisan. Gunakan pengaturan privasi setinggi-tingginya, kenali teman-teman virtual Anda, batasi jumlah foto dan informasi penting yang berhubungan dengan kita. Sebab, disadari atau tidak bahaya selalu mengintai kita.

Menggunakan jejaring sosial itu sungguh menyenangkan namun kita juga harus sadar dan berhati-hati selayaknya di dunia nyata. Selamat menggunakan jejaring sosial, tetap waspada!

Percakapan di Subuh Hari

Sehabis pergumulan itu

di penghujung subuh yang sendiri

gelisah begitu terasa menusuk dada

Kurapalkan kalimat-kalimat doa

beserta lantunan dzikir

memuja diri-Mu sebagai keniscayaan yang mesti ada

 

Di pagi ini

ada sunyi sebelum matahari mengintip hari

tanah yang basah

embun yang menggelayut di pucuk daun

dan sepasang kaki yang menopang tubuh kerdil

 

Jejak-jejak ini mengantarkanku lebih dekat pada kematian

sebab akulah Pengembara

yang melangkah di atas kaki sendiri

berkelana tak kenal lelah

mencari tahu apa arti tujuan hidup sebenarnya

 

Mungkin perjalanan adalah tentang jarak dan waktu

sementara mencintai-Mu adalah keabadian.

Apakah Tuhan itu Adil?

SEORANG Petani yang baru saja selesai membajak tanah di sawah beristirahat di bawah rindang pohon beringin. Pohon beringin itu besar dan menjulang tinggi, lebat daunnya, menjulur akarnya hingga ke bawah. Ia menyandarkan punggungnya yang basah oleh keringat sembari merenungkan betapa besarnya ciptaan Maha Kuasa. Lalu secara tak sengaja ia berpikir bahwa Tuhan bukanlah arsitek yang hebat. “Lihatlah beringin, pohonnya besar sedangkan buahnya kecil. Sementara labu, pohonnya kecil sedangkan buahnya besar. Harusnya pohon yang besar, buahnya juga besar. Ah, Tuhan tidak adil!”. Katanya.

Belum selesai ia memikirkan hal itu. Jatuhlah sebutir buah beringin tepat mengenai hidungnya. “Astaghfirullah” ucapnya. Baru semenit yang lalu ia berkata Tuhan tidak adil, sekarang ia buru-buru menarik ucapannya. Ia sadar, segera berucap “Kalau begitu Allah itu adil”. Seandainya buah beringin berukuran besar seperti pohonnya, ia tak bisa membayangkan bagaimana bentuk wajahnya setelah dijatuhi sebutir pohon beringin. Untung saja, buah beringin kecil.

Cerita ini saya dengar dari ceramah Almarhum KH. Zainuddin MZ sewaktu masih duduk di bangku SMP. Di sela kesibukan aktifitas, saya masih suka mendengarkan ceramah beliau. Saya tak pernah merasa bosan meski mendengarkannya berulang-ulang. Sungguh, tak pantas bagi seorang manusia untuk mencela ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa, yang telah menciptakan bumi, langit dan apa yang ada diantara keduanya dengan mudah.

Hari ini, mudah sekali kita temui orang-orang yang seperti itu. Beranggapan bahwa dirinya paling hebat, paling berkuasa, paling pintar. Lupa bahwa ada sesuatu yang lebih dari itu semua. Hari ini mudah sekali kita temui orang-orang berkeluh kesah terhadap ciptaan-Nya, membenci hujan yang membuat basah, menghujat matahari yang bersinar terlalu panas. Aduh, sungguh terlalu! Padahal jika kita memberikan waktu sejenak saja untuk berpikir, bahwa tak ada satupun hal yang diciptakan sia-sia. Allah telah menciptakan berbagai jenis makhluk dengan adil. Pernahkah kalian berpikir mengapa burung diciptakan dengan sayap dan bisa terbang? Mengapa air lautnya asin? Mengapa cacing hidup di dalam tanah? Mengapa, mengapa dan mengapa. Pernahkah? Bahkan seekor nyamuk, semut ataupun lebah semuanya memiliki tujuan dan fungsi masing-masing dalam kehidupan.

Allah menciptakan manusia dengan berbagai peran, begitupun dengan kehidupannya. Diciptakan berpasang-pasangan, berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal. Permasalahan hidup yang kita hadapi saat ini adalah suatu bentuk dari sifat adil yang dimiliki Allah. Hidup manusia telah diatur oleh-Nya, mulai dari bangun pagi hingga tidur lagi. Seberat apapun masalah, sehebat apapun cobaan selalu berbaik sangka bahwa Allah telah berbuat adil pada kita.

Cerita diatas hanyalah sebagian kecil dari potongan kehidupan yang menunjukkan bahwa Allah itu adil. Ada masih banyak lagi, yang bisa kita pelajari dan pahami dalam kehidupan sehari-hari. Marilah kita memberi jeda pada diri untuk sejenak memikirkan sebuah konsep sederhana ini dan berkeyakinan bahwa Allah itu Maha Adil terhadap makhluk ciptaan-Nya.

Bayang-bayang

: Kepada Marita Indriyani

 
Kita mengenang masa lalu seperti
menyusun pecahan kaca
Yang tak pernah jadi sempurna
Retak seribu
Ada yang hilang, ada yang terselip
ada juga yang menancap di jarimu
menoreh luka
 
Darah mengalir senada tangis
yang lindap di matamu
Menjelma potongan kegelisahan
yang kau simpan di bawah bantal
Malam-malammu penuh tanya
perihal jarak, waktu dan sebuah nama
 
Aku dan kau
hidup dalam bayang-bayang
rindu masa lalu
 
Barangkali kita mesti menyimpan kegelisahan itu
Lalu menanamkannya pada ladang subur nan gembur
Membasahinya dengan tetes demi tetes kesabaran
Dan suatu hari nanti, kita menuainya
saat gerimis menjadi hujan
Atau gelap menjemput terang

Follow

Get every new post on this blog delivered to your Inbox.

Join other followers: