Perempuan

KETIKA berbicara tentang perempuan maka sosok perempuan yang paling terkenal di Indonesia adalah R.A Kartini. Seorang pejuang perempuan yang membawa visi dan misi untuk kemajuan perempuan dan kesamaan kedudukan dalam keluarga juga dalam pendidikan. R.A Karitini tidak diizinkan untuk melanjutkan sekolahnya ke pendidikan yang lebih tinggi setelah tamat dari sekolah rendah. Hal ini tentu sangat berbeda dengan yang dialami oleh perempuan zaman sekarang, dimana perempuan sudah bisa melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi dan meraih impian apapun.

Dalam hal ini saya teringat seorang perempuan yang hidup pada zaman nabi, perempuan itu bernama Nailah binti Al-Farafishah. Seorang sastrawan dan juga penyair yang juga merupakan istri Khalifah Utsman bin Affan. Nailah bukanlah seorang petarung, juga bukan pendekar. Ia adalah perempuan yang lembut dan berhati baik. Namun dengan gagah ia rebut pedang dari musuhnya. Ia tak takut ataupun khawatir akan jemari cantiknya putus karena sabetan pedang. Ia tangisi dan usap jenazah suaminya dalam pangkuanya. Tak ada yang bisa ia lakukan, selain berdoa. Dan Allah senantiasa mengabulkan doanya.

Perempuan adalah makhluk rumit yang diciptakan oleh Allah swt. Kadang ia bersikap lembut tapi bisa juga menjadi serigala yang siap menerkam. Bak pisau bermata dua.

Islam menempatkan perempuan sebagai makhluk yang paling istimewa. Rasulullah saw suatu ketika ditanya oleh seorang lelaki tentang kepada siapakah ia hendak berbakti pertamakali. Rasul menjawab, ‘Ibumu!’, lalu lelaki bertanya lagi “kemudian siapa lagi?” Rasul menjawab ‘Ibumu’. Dan lelaki itu bertanya kembali “kemudian siapa lagi?” Rasul menjawab lagi ‘Ibumu’. “Kemudian siapa lagi?” Dan Rasul menjawab, ‘kemudian ayahmu’. Begitu besar kedudukan seorang perempuan, hingga Rasullullah menyebutkan tiga kali untuk ibu, sedangkan satu kali untuk ayah.

Begitupula ketika kita hendak bertanya keistimewaan apa saja yang ada pada perempuan, maka jika kita sejenak merendahkan hati dan memahami tujuan Allah untuk melindungi dan meninggikan derajat perempuan. Hal itu tentu sudah difirmankan Allah dalam Al-qur’an:

“Wahai nabi, suruhlah istri-istrimu dan anak-anak perempuanmu serta perempuan-perempuan yang beriman, supaya melabuhkan pakaiannya bagi menutup seluruh tubuhnya (semasa mereka keluar); cara yang demikian lebih sesuai untuk mereka dikenal (sebagai perempuan baik-baik) maka dengan itu mereka tidak diganggu. Dan (ingatlah) Allah Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.” (QS: Al-Ahzab:59)

Dan kewajiban mengenakan kerudung juga disebutkan di ayat lain:

“Hendaklah mereka menutupkan kain tudung ke dada mereka” (QS: An-Nur:31)

Pernyataan tersebut sudah sangat jelas.Tidaklah pantas bagi kita untuk menawar pernyataan-Nya. Perempuan yang menutup auratnya adalah perempuan yang cerdas, cerdas dalam ketaatan beragamanya, cerdas dalam emosionalnya juga tentu dalam sikapnya. Saya tidak sedang menggurui para perempuan. Namun perempuan yang cerdas akan mengerti dan paham sekali akan anugerah tersebut. Perempuan yang cerdas harus tahu betul bagaimana merawat “permata” paling berharga yang dimilikinya dengan ketaatan kepada Sang Pencipta.

Zaman modern sekarang, ketika para anak-anak perempuan sudah banyak dijejali oleh gaya hidup yang sangat tidak mendidik. Jika kita mau meluaskan pandangan ternyata konsipirasi zionis itu terasa sangat dekat kita. Mereka menyerang dengan banyak cara: makanan, pakaian, teknologi, tayangan televisi dan masih banyak hal lain. Visi mereka adalah menjauhkan umat Islam dari Al-qur’an, dari ajaran-ajaran Tuhan. Mereka akan lebih “menyerang” kepada perempuan, disebabkan beberapa hal. Perempuan adalah tonggak pertama kehidupan, kelak perempuan akan menjadi ibu dan perempuan adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya. Sederhananya, jika perempuan sudah rusak maka rusaklah sebuah bangsa. Bagaimanapun juga seorang perempuan harus menjaga izzah dirinya, tidak bisa untuk tidak terhindar dari aturan agama.

Maka dengan demikian, tidak perlulah diadakan kontes kecantikan dengan berbusana baju pantai atau hal-hal yang menjadikan perempuan sebagai objek semata dengan cara menampilkan bagian tubuh. Ada banyak hal yang bisa perempuan lakukan untuk meningkatkan kualitas diri seperti: lomba Tilawah Al-qur’an, menulis kaligrafi, kasidah dan sebagainya. Meski terdengar kuno oleh sebagian orang jika diimbangi dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Seperti kaligrafi dalam bentuk digital, atau mengaplikasikan ajaran-ajaran Islam untuk melestarikan budaya yang sudah ada di negeri kita, tanpa mengurangi toleransi terhadap saudari sebangsa.

Perempuan adalah makhluk istimewa. Sejak ia lahir tumbuh dewasa ia tetaplah perempuan yang paling cantik sepanjang ia menjaga kecantikannya dengan selalu taat pada aturan agama yang sudah Allah tentukan. Sebab kecantikan hati adalah yang paling mulia.

**Tulisan ini saya kembangkan dari tulisan milik Asmi Norma Wijaya, yang tinggal di januarijerami.blogspot.com

Dua Puluh Dua

MARI bayangkan sebuah peristiwa dua puluh dua tahun silam, tepat lima hari setelah ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang keempat puluh enam. Seorang wanita dengan tertatih, bertarung nyawa, antara hidup dan mati, memperjuangkan kelahiran anaknya yang dikandung dalam rahim selama kurang lebih sembilan bulan. Seorang lelaki separuh baya, berharap cemas menantikan kelahiran bayinya, berjalan kesana-kemari, ia menggigit keras rahang pipi, tangannya mengepal kuat, keringat dingin membasahi permukaan kulit, wajahnya melukiskan rasa takut, was-was bila terjadi hal yang tak diinginkan pada istri dan bayinya.

Petang datang membayang dan persalinan tak kunjung usai, hingga malam menjelang, tepat dua jam sebelum tengah malam. Suara tangis bayi laki-laki pecah ke permukaan bumi diiringi oleh senyum haru mereka, mereka tersenyum bangga menatap wajah polos bayi laki-laki itu. Bayi itu tetap menangis hingga perlahan mereda ketika suara adzan nan pelan dibisikkan di telinga kanannya. Peristiwa itu tak akan pernah hilang dari ingatan meski hanya sebentar, selalu menjadi kenangan tersimpan di palung hatinya yang paling dalam.

Bayi laki-laki itu akhirnya menjelma menjadi anak kecil yang periang, menghabiskan waktu petang bermain di sungai, bermain bedil bambu, berlari tanpa beban bersama teman sepermainan. Waktu berlalu, putaran hidup mengantarkannya pada banyak hal baru yang mesti dilihat dan dipelajarinya sebagai bekal menghadapi zaman yang pelik. Keluarga, sahabat, tetangga, orang-orang sekitar adalah orang yang paling berjasa dalam hidupnya.

Ia tumbuh sehat dan kuat, dibesarkan di tengah keluarga yang disiplin, penuh kesahajaan dalam keseharian. Ia tumbuh dari darah seorang ayah pekerja keras, dari darah ibu yang penyayang. Darah itu menjadi satu, berbaur dalam urat nadi yang mengalir dalam tubuh. Bayi itu tumbuh menjadi remaja yang sederhana, ia tak pernah berkecil hati meski diejek teman karena pekerjaan ayahnya hanyalah tukang cukur rambut dan ibunya penjual sayur di pasar.

Pernah merasakan jatuh cinta dan patah hati secara bersamaan, membuat hatinya lebih kuat dan tangguh dalam menjalani hidup. Pertemuan demi pertemuan dengan gadis yang dicintainya membuat sadar bahwa cinta yang sejati tak pernah bisa dicari dari sebuah hubungan yang tak halal. Perpisahan adalah keputusan yang diambilnya, ia mengigit kuat pemahaman itu. Sembari menunggu waktu dan orang yang tepat ia menyibukkan diri dalam penantian, memperbaiki diri dengan banyak belajar hal baru, bekerja lebih giat, menambah wawasan, menatap dunia, memiliki hobi baru yang membantunya dalam meraih mimpi.

Waktu cepat sekali berputar, ia tak pernah mau menunggu meski sebentar. Waktu membawanya berlari dari dimensi masa kanak-kanak ke dimensi ruang yang baru. Hari ini adalah hari kesekian puluh ribu yang ia jalani sejak hari kelahiran itu. Hari ini, laki-laki itu mengucap do’a dalam diamnya.

“Tuhan, berikanlah aku keberkahan umur. Kuatkan dan tangguhkan jiwaku untuk selalu berada di jalan-Mu. Berikanlah kesehatan pada orangtuaku, ampunilah mereka sebagaimana mereka telah ia mengasihiku sejak kecil”.

Meski usianya telah bertambah, lelaki itu tetaplah anak kecil di mata ibunya. Anak laki-laki nakal yang selalu membuat kedua orangtua bahagia setiap kali pulang ke rumah. Dan lelaki itu adalah seseorang yang baru saja menuliskan cerita ini untukmu.

Merayakan Hari Kemerdekaan di Pembangkit Listrik

AGUSTUS ADALAH BULAN KEMERDEKAAN, tanggal 17 agustus adalah tanggal bersejarah bagi negeri ini. Enam puluh delapan tahun yang lalu semua pahlawan-pahlawan bangsa sudah mengorbankan segenap jiwa dan raga untuk memperjuangkan sebuah keinginan yang tulus, mengibarkan Sang Merah Putih di tanah ibu pertiwi. Enam puluh delapan tahun berlalu, luka-luka itu, darah, air mata semua telah tertinggal jauh. Kita semua adalah generasi yang paling beruntung, sebab dilahirkan di era teknologi yang berkembang, merasakan nikmatnya kemudahan transportasi dan komunikasi. Saya pikir, tak semestinya kita mengotori semua perjuangan yang diberikan oleh pahlawan bangsa dengan bermalas-malasan.

Menyambut hari kemerdekaan seperti ini hampir semua warga di seluruh Tanah Air mengadakan sebuah perlombaan tradisional. Yang kita sudah mengenalnya dengan baik, seperti: panjat pinang, makan kerupuk, tarik tali tambang, balap karung, lomba kelereng dan sebagainya. Saya ingin menyaksikan perlombaan sederhana itu sekali lagi tapi hari ini, saya dan beberapa teman kerja masih harus berada di ruang kendali, menjaga pengukus raksasa tetap mengepul.

Bila saja perlombaan tradisional itu dilakukan di Pembangkit Listrik, mungkin semua akan terlihat lebih ekstrim. Disini, panjat pinang akan diganti dengan Panjat Chimney. Tak bisa dibayangkan betapa lelahnya mereka ketika harus memanjat Chimney setinggi 150 m yang dilumuri oleh oli.. hahaa..

Lomba tarik tali tambang akan diganti dengan ‘lomba tarik belt conveyor’, saya yakin operator yang bekerja di unit Penanganan Batubara yang akan menjadi juara :D

Ini, hanya sekedar imajinasi liar saya yang sudah terlalu ingin cepat pulang ke rumah. Saya masih harus menunggu beberapa jam lagi hingga waktu pulang bekerja tiba. Dan yang paling penting dari sebuah perayaan nasional seperti ini dalah menjawab pertanyaan:

“Apa yang sudah kau berikan pada Ibu Pertiwi?”

Ketika Harus Merelakan Berlebaran di Tempat Kerja

LEBARAN kali ini saya harus berlapang dada sebab tak bisa merayakannya bersama keluarga di rumah. Lebaran kali ini bertepatan dengan jadwal kerja, semoga Allah swt membalas dengan kebahagiaan yang berlipat ganda. Berkah hari kemenangan berhamburan dimana-mana, mudah-mudahan kita semua mengambil hikmah dengan baik.

Mungkin inilah kenyataan hidup yang ada, menjadi seorang Koki Listrik adalah pekerjaan yang tak mudah, sekaligus tak pernah sulit bagi mereka yang memiliki hati mulia. Merelakan diri menjadi pelita dalam gelap, menghias langit malam dengan cahaya, meski harus merelakan diri padam ketika siang menyapa.

Tak mengapa meski menikmati indahya lebaran disini, ala kadarnya, tanpa makanan masakan buatan emak atau meriahnya kehangatan saat lebaran, berkumpul bersama keluarga, bercanda-ria bersama sahabat, teman dan tetangga. Tak mengapa. Mudah-mudahan semua menjadi ladang pahala dan bagi kebaikan bagi semua.

Biarlah kami disini tetap menjaga pengukus raksasa mengepul, mengalirkan jutaan arus listriknya, membiarkan setiap detiknya berlalu hingga waktu libur bekerja tiba lalu kami pulang ke rumah. Dan saya harus menunggu beberapa hari lagi untuk bisa pulang ke rumah. Selamat merayakan hari kemenangan. :)

Jika Hari Ini Adalah Hari Terakhirku

Jika hari ini adalah hari terakhirku

maka sajak ini adalah kalimat pengganti diri

ketika mimpi-mimpiku tak dikenang lagi

ketika orang-orang sudah tak lagi menyebut namaku

Jika hari ini adalah hari terakhirku

tak usah bersedih hati, bila tak bisa bertemuku lagi

sebab kepulangan akan mengantarkan kita pada rumah masing-masing

Sayang, jika hari ini adalah hari terakhirku

maka tidak ada guna lagi penyesalan

dan keluh kesah sebab kita sebenarnya tak terpisah

hanya berpindah ke dimensi waktu dan tempat berbeda.

Hadiah Lebaran

BEKERJA di Pembangkit Listrik yang tak kenal waktu membuat rencana merayakan hari raya Idul Fitri bersama keluarga menjadi tertunda, pasalnya kemungkinan besar untuk bisa pulang ke rumah saat Lebaran sangatlah sedikit. Tahun ini, sudah jelas sebagian besar karyawan akan berada di tempat kerja untuk melaksanakan tugas seperti biasa, tak kenal lebaran ataupun liburan. Beruntunglah bagi karyawan yang libur kerjanya bertepatan dengan hari raya.

Hari ini pihak perusahaan kami menyerahkan hadiah kepada para karyawannya dalam sebuah paket yang disebut ‘hadiah lebaran’ atau yang akrab dipanggil ‘parsel lebaran’. Sebuah bingkisan makanan dan minuman yang dibungkus sedemikian rupa dan menjadi bentuk yang cantik. Pihak perusahaan sepertinya tahu sekali apa yang akan dirasakan karyawannya ketika harus bekerja dalam suasana lebaran. Setidaknya hadiah ini memperkecil keresahan karyawan yang tak bisa pulang ke rumah atau merayakan lebaran bersama keluarga.

Bagi saya, Lebaran bukan tentang kue dan baju baru saja, bukan pula tentang berkumpul dengan siapa melainkan Lebaran adalah hadiah bagi para Ksatria yang berperang selama satu bulan penuh, bertarung menaklukan hawa nafsu. Dan di akhir ramadhan yang kian menjauh ini, kita sendirilah yang tahu, apakah kita telah bertarung dengan baik atau belum. :)

Semoga kita semua termasuk ke dalam para Ksatria yang tangguh, yang tetap berjuang hingga akhir ramadhan. Semoga! :)

Follow

Get every new post on this blog delivered to your Inbox.

Join other followers: