Sastra Lisan itu Bernama Pantun

Tahun lalu saya dipercaya mengemban tugas sebagai Wakil Ketua Panitia Rapat Kerja Tahunan. Berbekal sedikit pengalaman yang ada, karena dulu juga pernah dipercaya menjadi Ketua Panitia Mini Seminar Pendidikan untuk program Kantor. Dikarenakan kondisi pandemi yang masih belum bersahabat, maka rapat tahunan kami gelar secara daring. Untuk kedua kalinya rapat daring ini kami lakukan.

Berkaca dari tahun sebelumnya, rapat daring terkesan sedikit membosankan. Saya dan teman-teman mencoba hal lain yang dapat memecahkan kepenatan saat rapat, juga agar rapat kali ini lebih berkesan dan bermakna. Meski masih dengan daring.

Kami mencoba menghadirkan sosok motivator yang sesuai dengan tema rapat tahunan kami, I’m Possible. Kehadiran beliau juga mengundang rasa penasaran bagi rekan kerja yang lain, tidak hanya bagi yang berada di kantor saja namun di Jakarta, Medan dan Beijing. Urusan administrasi, paparan dan teknis lainnya kami persiapkan dengan baik. Beruntung sekali memiliki anggota tim yang kompak nan solid ini. Sehingga pekerjaan yang banyak pun terasa ringan. Kami rela begadang untuk menentukan langkah-langkah kerja yang hendak diambil, agar rapat dalam berjalan baik. Sampai akhirnya kami memutuskan untuk mengundang MC wanita dari luar.

Kehadiran Motivator dan MC ini memberi sedikit warna pada rapat tahunan kali ini. Namun saya merasa masih ada yang kurang. Hingga akhirnya saya menemukan ide untuk menambahkan pantun.

Saya menambahkan beberapa pantun untuk dibacakan oleh MC di sela-sela acara. Sastra lisan yang disusun rapi yang memiliki pesan ini mampu membuat peserta rapat terbawa suasana, disambut dengan tepuk tangan. Bahkan sang Motivator ikut memuji kami “Wah, jago buat pantun rupanya”. Alhasil, sebelum sesi motivasi itu ditutup, sang Motivator pun akhirnya turut memberi pantun. Pantun singkat itupun disambut dengan tepuk tangan meriah.

Pada hari kedua rapat, pantun masih menghiasi acara. Sedikit perubahan tempat duduk bagi peserta rapat sesuai arahan Pimpinan kami jalankan, membuat sesi diskusi menjadi hangat. Akhirnya rapat selesai. Panitia rapat bernafas lega. Dan laporan pertanggungjawaban harus dibuat segera.

***

Selepas rapat tahunan hingga saat ini, saya masih suka menggunakan pantun. Selain indah dan enak didengar, sastra lisan ini juga bisa dipakai pada acara-acara resmi, seperti: untuk membuka rapat mingguan, saat menyapa tamu yang datang, memberikan pantun selamat pernikahan dan sebagainya. Berikut adalah beberapa pantun yang saya buat:

Ke Lampung beli Kubis
Dimasak jadi tumisan
Dalam hidup ada pahit dan manis
Simpan semua jadi kenangan

Makan malam pake lalapan
Jangan lupa cuci tangan
Rapatkan barisan wahai kawan
Bersama kita taklukan tantangan

Pergi ke Beijing beli Kuaci
Singgah di Wangfujing beli roti
Cukup sekian rapat pagi ini
Selamat bekerja sepenuh hati

Nah, selamat berpantun!

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow

Get every new post on this blog delivered to your Inbox.

Join other followers: