Siapa yang Berhak Kaya?

Bagaimana mungkin, seorang penyanyi, dibayar 2 juta dollar (setara 28 milyar rupiah) untuk konser dua jam? Sedangkan seorang petani terlatih, yang mampu memproduksi gabah 8 ton dari sawah satu hektar, hanya berpenghasilan puluhan juta saja. Penyanyi bisa hilang dimuka bumi, kita semua baik-baik saja, tapi sekali petani menghilang, kalian mau makan apa? Batu? Atau kenyang dengan nyanyian?

Bagaimana mungkin, pemain sepakbola, dibayar milyaran rupiah perminggu, hanya dari menendang-nendang bola. Sedangkan seorang guru SD, yang mendidik anak-anak menjadi pintar, butuh 100 tahun bahkan untuk mengumpulkan uang 1 milyar saja. Well yeah, hilang semua pemain bola, bahkan sepak bola tidak pernah dikenal di muka bumi, kita tetap akan baik-baik saja. Tapi hilang semua guru, ditarik dari muka bumi seluruh guru dan ilmunya, mau apa kita? Belajar membaca saja kita jadi susah payah.
Dunia ini dipenuhi ironi, dan kita kadang abai memperhatikannya. Kita mungkin tidak menyadarinya, tapi dunia ini sudah didesain sedemikian rupa agar dikuasai dengan logika tertentu, dan menguntungkan kelompok tertentu.
Kenapa kita tergila-gila sekali dengan uang? Apakah uang bisa dimakan seperti beras? Apakah uang bisa menghangatkan ruangan saat dingin seperti api? Apakah uang bisa menyembuhkan saat kita sakit? TIDAK. Uang itu hanya kertas, atau logam. Lantas kenapa semua orang tergila-gila mengumpulkan uang? Karena kita semua “disihir” sejak lahir, uang adalah segalanya. Bayangkan jika boom! Alakazam, dunia berubah tiba-tiba, dan kita semua sepakat uang itu memang hanya kertas, dan logam saja, tidak bernilai sama sekali, siapa yang akan paling dirugikan? Orang2 yang telah “menyihir” kita. Kapitalis. Mereka bahkan bertani, menanam satu batang padi pun tidak bisa. Mereka tidak akan bertahan hidup tanpa bantuan orang lain.

Bayangkan jika dunia ini kembali ke logika awalnya, bahwa hanya orang yang memang memiliki skill tertentu saja akan bertahan hidup, maka petani, tukang kayu, peternak, nelayan, dan semua pemilik skill dasar-lah yang akan menjadi kaya raya. Dan sejatinya, memang mereka berhak kaya raya, karena mereka memang memproduksi sesuatu yang dekat sekali dengan kebutuhan hidup. Nyatanya tidak. Hari ini, bahkan buruh, pekerja yang sejatinya bekerja langsung menghasilkan sesuatu, adalah dasar piramida paling rendah. Logika dunia sudah sejak lama sekali dikangkangi kaum kapitalis. Mereka akan habis2an menjaga martabat uang. Menjaga logika tersebut, mengawinkannya dengan logika kekuasaan, popularitas.

Maka kehidupan dan definisi-definisinya adalah turunan dari logika ini. Kita terbiasa mengukur kesuksesan dengan definisi kepemilikan materi, menterengnya jabatan dan kekuasaan. Kita tergila-gila sekali dengan “dunia dan seisinya”, seolah hidup ini hanya untuk itu semua. Kita melupakan, atau malah tidak pernah berpikir, jangan-jangan, semua hanya ilusi, given, tanpa pernah bertanya, apa sebenarnya hakikat hidup ini.

Saya tidak akan berpanjang-lebar, toh, tulisan ini sekadar untuk menggugah orang berpikir, bukan penjelasan. Terakhir, berdirilah di tepian sawah, perhatikanlah seorang petani yang telaten merawat batang padi, kemudian pejamkan mata. Boom–sekali lagi! Jika tiba-tiba alien menyerang bumi, semua hancur lebur, sistem kapitalis runtuh, siapa yang akan bertahan hidup? Apakah pemilik timbunan uang segunung, atau pemilik beras sekarung?
Saat itulah kita mungkin baru menyadari definisi kehidupan yang telah dilupakan.

*Tere Liye

**dipikirkan, bukan dikomentari. di dunia maya ini sudah punya banyak sekali komentator, tapi kurang sekali orang2 yang mau memikirkannya.

**Tulisan ini saya salin dari fanpage milik Tere Liye.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow

Get every new post on this blog delivered to your Inbox.

Join other followers: