Tidak Tahu Malu

Kalian kenal dengan Sergi Guardiola? Saya tidak kenal. Tapi saya membaca beritanya beberapa hari lalu. Dia ini direkrut oleh Barcelona untuk tim Barca B. Tapi dia ternyata hanya bertahan beberapa jam saja. Jangankan main satu pertandingan untuk Barca, menyentuh bola saja tidak. Dia langsung dipecat. Apa pasalnya? Persis saat namanya diumumkan direkrut, fans Barcelona membongkar twit lama si Sergi ini. Ketahuanlah, beberapa tahun lalu, si Sergi ini pernah mentweet: Hala Madrid. Puta (f**ck) Barcelona. Fans tidak terima, informasi itu disampaikan ke petinggi Barcelona. Beberapa cuitan Sergi lainnya juga menghina Catalonia.

Crazy sekali. Itu jelas hinaan bagi Barcelona. Maka tanpa ampun dia langsung dipecat. Sergi sih membantah itu tweet dia, si Sergi ini bilang bla-bla-bla dsbgnya bla-bla-bla. Tapi nasi telah menjadi bubur, tidak ada yang mau mendengar penjelasannya.

Kisah ini relevan dengan pengalaman saya beberapa tahun lalu, saat merilis film untuk pertama kalinya. Ada yang memaki film itu, menjelek2an, memprovokasi orang-orang tidak menonton–saya tahu, karena apa susahnya untuk mengetahui siapa saja yang suka atau tidak suka atas sebuah karya di internet hari ini, tinggal gunakan google. Dan hei, beberapa minggu kemudian, orang ini mengirimkan email, menawarkan diri untuk terlibat dalam proyek film2 berikutnya. Saya bingung sekali, apakah orang ini tidak punya rasa malu? Atau dia PD sekali orang lain tidak akan tahu aktivitasnya di media sosial? Bagaimana mungkin dia meminta pekerjaan kepada sesuatu yang karyanya telah dia maki. Saya sih bisa2 saja memberikan kesempatan, tapi produser film mikir ratusan kali.

Adik-adik sekalian, jika usia kita masih muda, berhati2lah atas kicauan kalian di dunia maya ini. Tulisan2 kita, pendapat kita. Semua tercatat, dek–bahkan saat kita telah menghapusnya, boleh jadi disimpan orang lain. Kita penulis pemula misalnya (ini hanya misal), berhati2 memaki tulisan orang lain, penulis2 yang lebih berpengalaman, well yeah, bahkan saat kita merasa tulisan kita hebat sekali, pernah diundang festival penulis di luar negeri sekalipun, be careful, karena besok lusa, kita boleh jadi berhadapan dengan fakta: kita butuh bantuan orang lain. Beda selera, beda genre, beda idola sih sah-sah saja, tapi pastikan kita tidak menghina karya orang lain. Mengkritik, mereview, juga boleh2 saja, tapi pastikan tidak mencaci-maki, menjelek2an, merasa kita lebih baik.

Dan kasus ini juga relevan untuk banyak hal. Misalnya, hari ini kita memaki2 sebuah produk, sebuah perusahaan, karena lagi2 hanya soal selera dan pilihan, jangan salah loh, besok lusa, boleh jadi kita melamar pekerjaan di sana. Kita pakai produk A, benci produk B, bukan berarti kita harus memakinya di akun media sosial kita. Kita kira perusahaan itu dipenuhi orang2 bodoh? Hampir separuh lebih HRD perusahaan sekarang memeriksa profil media sosial seseorang. Atau simply mengetikkan sesuatu di google, dan celoteh kita bisa muncul ketahuan di sana. Sehebat apapun hasil tes seleksi, kita bisa gagal diterima karena cuitan tidak bermanfaat, tulisan2 yang negatif, dan sejenisnya.

Mulutmu harimau-mu, berhati2lah. Belajarlah dari kisah Sergi Guardiola ini. Karena boleh jadi, kenapa kita apes melulu, gagal melulu, karena kita tidak pernah menjaga ucapan di media sosial. Sibuk menjelek2an, sibuk menilai, hingga lupa, saat satu telunjuk teracung ke orang lain, empat jari lainnya justeru menghujam ke arah kita.

*Tere Liye

*Tulisan ini saya salin dari fanpage milik Tere Liye.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow

Get every new post on this blog delivered to your Inbox.

Join other followers: