Permasalahan yang Kerap Muncul Dalam Pembangunan Pembangkit Listrik di Indonesia

DALAM beberapa tahun ke depan, bersiap- siaplah untuk menanti kedatangan Pembangkit- Pembangkit Listrik baru. Para investor dan pebisnis benar- benar fokus untuk mengembangkan usaha mereka di bidang kelistrikan. Ini adalah ladang emas bagi pemodal asing yang hendak menanamkan investasinya ke negeri ini, dengan sebuah fakta menurunnya harga batubara dunia, maka pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah pilihan bijak dibanding menjual batubara mentah ke luar negeri. Jauh lebih baik mengonsumsinya sendiri sebagai bahan bakar PLTU daripada menjualnya. Tahun ini saja PLN sudah menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding atau MoU) dengan pihak asing atas pembangunan Pembangkit Listrik di Sumatera Selatan. Di kota Jambi misalnya: ada 2 PLTU yang sedang melakukan konstruksi pembangunan, kedua Pembangkit tersebut sebagian sahamnya dimiliki oleh Negara Korea Selatan dan India, masing- masing Pembangkit tersebut berkapasitas 2×150 MW.. Tidak hanya itu, di kota kelahiran saya juga, dua PLTU yang berkapasitas 2×135 MW milik PT. Priamanaya dan PLTU Banjarsari 2×110 MW milik PT. Bukit Asam sudah dari jauh- jauh hari melakukan pembangunan. Hingga hari ini proses pembangunan tersebut semakin dipercepat dengan mengingat besarnya tingkat kebutuhan listrik. Pada bulan September lalu PLTU Banjarsari sudah mulai beroperasi. Demi bertambahnya Pembangkit Listrik baru ini akan menutupi kekurangan pasokan listrik di jaringan pulau Sumatera. Setidaknya istilah ‘pemadaman bergilir’ akan hilang seiring bertambahnya Pembangkit Listrik.

Dimanapun juga, proses pembangunan Pembangkit Listrik ini selalu menemukan masalah, tak hanya di Indonesia melainkan di negara lainnya. Ini adalah masalah klasik sebetulnya. Misalkan, sebuah PLTU dengan kapasitas 2×150 MW setidaknya membutuhkan lahan yang cukup luas, sekitar 2- 3 hektare tanah. Permasalahan geologis dimulai saat mengadakan pembelian tanah kepada para pemilik tanah. Para warga yang cerdas tentu tahu bahwa Perusahaan mau tak mau akan membeli tanah mereka, maka mereka pun secara sepakat akan menaikkan harga tanah. Permasalahan tak sampai disitu, meski pihak perusahaan sudah menyetujui dengan harga yang diberikan, pemilik tanah juga memberikan syarat untuk dipekerjakan di tempat PLTU itu nanti beroperasi. Hal ini menimbulkan polemik yang berkelanjutan jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi, kerap juga menimbulkan demonstrasi yang berakhir ricuh bahkan aksi anarkis lainnya. Bagi pihak perusahaan tentu ini bukanlah masalah besar untuk mempekerjakan mereka, namun beda halnya jika SDM yang ditawarkan tak memenuhi standar Perusahaan. Perusahaan bisa saja menempatkan tenaga- tenaga kerja pada bagian tertentu yang sesuai keahlian mereka namun kadang ada saja dari mereka yang bersikeras untuk bekerja pada tempat yang bukan bidangnya. Ironis. Padahal bekerja di sebuah Pembangkit menyimpan risiko bahaya yang amat besar bahkan bisa menyebabkan kematian jika sampai melakukan kesalahan operasi.

Selain itu, pengadaan alat konstruksi, pengiriman mesin dari luar negeri untuk tiba di lokasi pembangunan juga kerap mendapat masalah. Truk- truk besar yang masuk butuh jalan lebar, ini juga berdampak pada warga yang bermukim di dekat sana. Badan jalan akan rusak, dan warga akan meminta ganti rugi pada pihak Perusahaan. Pungutan liar yang mengatasnamakan ‘keamanan’ yang dilakukan pihak tak bertanggung jawab bermunculan. Mereka mengambil kesempatan dalam kesempitan, mengumpulkan rupiah demi rupiah dari lalu-lalang kendaraan truk pengangkut mesin.

Tak hanya itu, pihak yang disewa sebagai tim pengamanan oleh Perusahaan pun kerap melakukan tindakan ilegal dengan cara meloloskan pemeriksaan peralatan sisa konstruksi, seperti: besi, baja, kabel yang kesemua itu akan dijual kepada pihak penadah guna memenuhi kantong sendiri.

Setelah Unit Pembangkit Listrik beroperasi pun tak serta- merta masalah- masalah diatas menguap begitu saja. Timbul lagi masalah yang lebih serius. Pihak tak bertanggung jawab yang merasa memiliki keterampilan tinggi bahkan dengan teganya memotong kabel listrik bertegangan tinggi, untuk kemudian menjual kabel tersebut kepada penadah. Sungguh, saya tak punya ide apa yang mereka pikirkan saat memotong kabel. Andai mereka tahu, maut begitu dekat saat mereka menyentuh kabel tersebut.

Memang, tak semua tempat mengalami permasalahan seperti ini, sebagian tempat ada juga yang dengan baik menerima pembangunan tersebut dengan senang hati dan ikut berpartisipasi secara positif demi kemajuan bersama. Namun secara umum, itulah masalah yang akan dihadapi saat pembangunan Pembangkit Listrik. Menanamkan pemahaman yang baik kepada masyarakat sekitar di meja diskusi, dibantu peran pemuka masyarakat, dan pihak perusahaan akan membuat masalah yang dihadapi menjadi lebih mudah untuk menemukan solusi. Bukan dengan cara mengambil keputusan sepihak, apalagi jika sampai berbuat anarkis yang merugikan orang lain.

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Follow

Get every new post on this blog delivered to your Inbox.

Join other followers: