SEUMUR HIDUP hanya dua kali saya merelakan rambut dicukur oleh orang lain selain bapak. Hal itu saya lakukan karena saya sudah tidak merasa nyaman dengan rambut panjang. Sepuluh bulan tinggal di Cina saya hanya mencukur rambut dua kali saja. Mungkin terdengar sedikit berlebihan tapi inilah adanya. Pada tahun ini, saya tercatat sudah mencukur rambut sebanyak empat kali dan orang yang paling istimewa mencukur rambut saya itu adalah bapak saya sendiri.
Sewaktu saya masih kecil, tepatnya hari minggu saya berkunjung ke ruko (rumah toko) tempat dimana bapak bekerja untuk mencukur rambut. Bapak selalu menghadiahi saya uang jajan lebih setiap kali selesai mencukur rambut. Saya senang sekali. Hal yang paling saya senangi ketika mencukur rambut itu karena saya bisa duduk di kursi yang bisa diputar 360 derajat, hal inilah yang tak saya temui di tempat lain selain tempat bapak bekerja. Selesai mencukur rambut, saya bisa bebas memutar kursi tersebut sambil memandang wajah saya yang sumringah di depan cermin. Alangkah nakalnya saya dulu, sampai-sampai bapak harus merelakan pelanggannya duduk terlebih dahulu demi meloloskan keinginan kecil anaknya yang ingin duduk di kursi putar.
Bapak selalu bisa membuat model rambut yang pas bagi anaknya. Mulai dari model rambut cepak, standar, plontos, 50s style hingga mohawk. Nampaknya model mohawk-lah yang masih bertahan hingga saat ini. Saya selalu tertawa setiap kali memandang foto-foto lama saya dengan model rambut cepak.
Saya ingat sekali, ketika saya masih SD di ruko tempat bapak bekerja dulu, ada lima orang tukang cukur. Saya tak pernah mengingat masing-masing nama mereka. Layaknya sebuah salon, kursi-kursi mereka berderet rapi menghadap cermin. Di belakang tempat cukur ada bangku panjang yang disediakan bagi mereka yang antri untuk mencukur. Pada hari libur sekolah, kenaikkan kelas atau tahun ajaran baru ruko tersebut selalu ramai oleh anak-anak sekolah yang hendak mencukur rambut. Meski sesekali saya kerap melihat beberapa siswa yang sudah dicukur oleh guru di sekolah. Mereka datang untuk merapikannya pada tukang cukur. Bagi saya, ada dua hal yang paling memalukan sebagai seorang anak tukang cukur. Yang pertama, dicukur oleh guru di sekolah karena rambut yang panjang. Kedua, rambut terlalu panjang. Saya selalu berusaha untuk menjaga rambut saya tetap pendek selama bersekolah. Saya tidak ingin membuat bapak saya malu karena ulah bodoh saya.
Bertahun-tahun berlalu, para tukang cukur di ruko itu perlahan menghilang satu demi satu. Usia mereka sudah senja, perlahan didera sakit lalu meninggal dunia. Bapak kehilangan rekan kerjanya. Tinggal empat tukang cukur yang tersisa. Lalu ketika saya masih duduk di bangku SMP, satu lagi tukang cukur pergi untuk selamanya. Hanya ada tiga cukur lagi yang bekerja di ruko itu.
Dua tahun lalu, kudengar bapak bercerita bahwa salah satu rekannya juga telah menyusul rekan-rekan yang lain. Genap tinggal dua tukang cukur lagi yang tersisa yaitu bapak dan seorang lagi yang berperawakan sedikit kurus dan sisiran rambut yang licin. Dikarenakan semakin berkurangnya tukang cukur yang menyewa ruko tersebut. Maka pemilik ruko mengambil kebijakan untuk menjualkan ruko tersebut pada pemilik mebel. Hilanglah sudah tempat bapak bekerja selama ini. Mereka berdua akhirnya mencari sebuah ruko kecil yang akan dijadikan tempat mencukur. Kini, bapak menyewa sebuah ruko kecil tepat di belakang ruko yang dulu beliau tempati. Sedangkan rekan kerjanya menyewa ruko kecil pula yang tak jauh dari ruko bapak.
Saya menyaksikan perjalanan hidup yang sangat mengharukan. Ingin sekali rasanya saya memeluk erat bapak yang sudah bekerja peras keringat, banting tulang, bergumul dengan sisir-gunting, bermain dengan potongan-potongan rambut banyak orang demi istri dan anak-anaknya.
Hari ini masih seperti ribuan hari-hari yang lalu, bapak masih bekerja seperti biasa, tak kenal lelah, tak kenal putus asa. Di usianya yang kini senja saya selalu mendoakan kesehatan dan kebaikan baginya dalam setiap sujud saya. Berharap semoga apa yang telah diusahakan oleh bapak menjadi ladang pahala yang berkah. Semoga suatu hari nanti anak-anaknya dapat membuat emak dan bapak bahagia.
“Kau tahu apa yang membuat pisau cukur bapak selalu tajam?”
“Itu karena bapak selalu mengasah pisaunya sebelum digunakan”.
Mungkin seperti itulah hidup, kita harus rajin mengasah diri untuk terampil agar dapat bertahan dan memangkas setiap helai masalah yang ada di depan. Tak peduli seberapa panjang helai masalah tersebut, jika kita memiliki pisau yang tajam kita akan dengan memudah memangkasnya. Secara tak langsung bapak sudah mengajari banyak hal kepada para anaknya, lewat pisau cukur yang beliau gunakan setiap hari, lewat sisir yang ia pakai.
Namun ada satu pertanyaan yang belum bisa terjawab hingga saat ini. “Dengan cara apa bapak mencukur rambut bila rambutnya telah panjang?”